GenPI.co - Nilai tukar rupiah diprediksi melemah pada awal pekan sebagai dampak harga bahan bakar minyak (BBM) naik.
Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo telah mengumumkan kenaikan BBM pada Sabtu (3/5).
Sejak Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB, harga BBM subsidi jenis Pertalite naik menjadi Rp10 ribu per liter dari sebelumnya Rp7.650 per liter.
Selain itu, harga BBM subsidi untuk solar juga naik dari Rp5.150 rupiah per liter menjadi Rp6.800 per liter.
Untuk BBM nonsubsidi, pemerintah menyesuaikan harga Pertamax dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.
Terkait hal tersebut, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyebut nilai kurs Rupiah pada Senin pagi (5/9) menguat 6 poin atau 0,04 persen ke posisi Rp14.890 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.896 per dolar AS.
"Sabtu kemarin diumumkan kenaikan BBM subsidi oleh Presiden. Ini bisa menjadi pemberat rupiah pekan ini," kata Ariston Tjendra, Senin (5/9).
Ariston menjelaskan, ekspektasi kenaikan inflasi bisa menekan pertumbuhan dalam negeri karena kenaikan BBM subsidi bakal memberi tekanan ke rupiah.
Maka dari itu, penurunan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang akan menekan laju pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, lanjut Ariston, sentimen The Fed juga masih besar di pasar keuangan yang membuat dolar AS menguat terhadap nilai tukar lainnya.
"Pasar masih berekspektasi bank sentral AS akan kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin," ujar Ariston.
Ariston memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran level Rp14.900 per dolar AS hingga Rp14.980 per dolar AS pada Senin (5/9).
Sebelumnya, pada Jumat (2/9) lalu, rupiah ditutup melemah 13 poin atau 0,09 persen ke posisi Rp14.896 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.883 per dolar AS. (Ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News