Ini Cara Wong Solo Akhirnya Lepas dari Jeratan Bank Titil

28 Maret 2024 22:40

GenPI.co - Warga Serengan, Kota Solo, Jawa Tengah, Lasiman, kini bisa tersenyum karena sudah memiliki rumah yang nyaman untuk ditinggali. Pria berusia 54 tahun ini ingat betul bagaimana rumahnya di Kampung Makam Bergolo, Solo, dulu kurang layak disebut sebagai tempat tinggal.

“Alhamdulillah, mbak sekarang. Ya rumah sudah bagus, enak ditinggali,” tutur Lasiman, yang sehari-hari bekerja sebagai perajin kok, saat ditemui GenPI.co di dekat tempat tinggalnya di Solo, Rabu (6/3).

Lasiman mengaku kehidupannya meningkat sedikit demi sedikit karena Bank BRI. Dia bisa mengakses kredit tanpa agunan sejak bekerja menjadi perajin kok di klaster usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Shuttlecock T3 milik Sarno di Kecamatan Serengan, Solo.

BACA JUGA:  Jadi Agen BRILink, BUMDes Tumang Sukses Bantu UMKM Kerajinan Tembaga hingga Jadi Pemenang Desa BRILian

Dia bercerita kesulitan keuangan membuat dia kerap meminjam uang dari bank titil atau bank plecit (rentenir). Dia mengakui dulu memang kurang paham jika meminjam uang dengan cara seperti ini justru merugikannya. Saat itu dia tak memiliki aset untuk agunan di bank serta tidak tahu cara mengajukan kredit sehingga mengiyakan begitu saja pinjaman dari rentenir.

Setelah dihitung-hitung, bunga yang harus dia bayar ke bank titil itu besarnya 50% dari nilai pinjamannya. Ketika itu dia kerap mengangsur pinjaman secara harian.

BACA JUGA:  BRImo Bikin Nasabah di Solo Makin Mudah Kelola Keuangan, Bisa Transaksi hingga Investasi

Kini Lasiman dibantu Sarno, pemilik usaha kok tempatnya bekerja, bisa mengakses produk kredit usaha rakyat (KUR). Apalagi KUR kelompok ini tanpa agunan karena statusnya sebagai anggota klaster UMKM Shuttlecock T3. Nominal kreditnya sekitar Rp20 juta per kelompok yang terdiri dari 3-5 orang. 

Dalam 4 tahun terakhir, Lasiman akhirnya bisa memperbaiki rumahnya berkat pinjaman di Bank BRI. Angsuran dipotong dari upah mingguannya sebagai perajin kok sehingga tak mungkin nunggak. Menurut dia, upahnya sebagai karyawan kok T3 lebih dari upah minimum kota (UMK) Solo.

BACA JUGA:  Jadi Agen BRILink, Ibu Rumah Tangga Asal Solo Ini Sukses Salurkan Kredit Ultra Mikro

“Saya pernah merantau 2 tahun, tapi setelah itu balik lagi ke sini. Kerja lagi di sini lebih enak dan jelas,”  imbuh dia.

Hal serupa dialami Ridwan. Pria berusia 57 tahun ini bisa memperbaiki rumah hingga menyekolahkan anaknya dengan bantuan kredit dari Bank BRI. Dia juga bekerja dengan Sarno sejak belasan tahun lalu.

“Saya orang kecil, rumah saja lantainya tanah. Saya ambil dikit (kredit) untuk memperbaiki rumah. Sudah lunas, ambil lagi untuk bikin kamar mandi, juga untuk menyekolahkan anak,” ungkap dia, saat ditemui di rumah Sarno, Rabu (6/3).

Ridwan mengaku mengambil pinjaman BRI 4 bulan sekali, jadi dalam setahun dia bisa 3 kali selama 4 tahun terakhir. Cara mengangsurnya juga sama, yakni potong upah mingguan dari hasil kerjanya membikin kok.

Sarno, pemilik klaster UMKM Shuttlecock T3, menambahkan banyak karyawannya mengajukan kredit BRI secara kelompok dengan jaminannya. Dengan catatan, dia sudah kenal betul pekerjanya. 

“Jadi teman mau mengajukan BRI, marketing pasti tanya ini orangnya bagaimana. Bapaknya itu bagaimana. Alhamdulillah tidak ada yang nakal (kredit macet), baik semua sini mbak, angsurannya bagus,” ujar dia, saat ditemui di rumahnya, Rabu (6/3).

Sarno membeberkan syarat pengajuan kredit BRI ini juga sangat mudah. Mereka cukup setor KTP dan tidak ada jaminan. Besaran kreditnya sekitar Rp 20 juta per kelompok dengan jangka waktu 4 bulan.

“Pak Lasiman itu contohnya, dulu rumahnya diintip orang bisa, pinjam BRI sedikit demi sedikit bisa, lama-lama rumahnya bagus. Dulu mau ambil BRI (kredit) enggak bisa wong enggak ada jaminan, lalu ke tempat saya,” ceritanya.

Di sisi lain, Sarno mengakui kini tak ada bank titil yang berani beroperasi di kampungnya. Rata-rata warganya sudah paham jerat bank titil (bank plecit) yang lebih banyak merugikan masyarakat. Mereka kerap memanfaatkan warga yang tidak mampu untuk berutang dengan bunga yang tinggi.

Sementara itu, Pimpinan Cabang (Pinca) Bank BRI Slamet Riyadi Solo Agung Ari Wibowo berharap bisa memberikan edukasi yang lebih menyeluruh kepada masyarakat mengenai pentingnya perbankan. 

“Masih banyak sekali orang yang merugikan para pedagang dengan adanya bank titil (rentenir). Kami punya semangat itu untuk kami lawan karena visi kami memberi makna Indonesia berarti harus dimaknai secara menyeluruh. Kehadiran kami harus membantu masyarakat sampai level paling bawah,” kata dia saat ditemui di kantornya pada Senin (18/3) lalu.

Agung menjelaskan Bank BRI hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh, banyak pedagang di pasar yang curhat kepadanya soal kebutuhan mereka akan uang di luar untuk modal usaha. Misalnya, ada yang ingin menyunatkan anaknya butuh uang Rp 2,5 juta. Apabila dia meminjam uang dari bank titil, pinjaman yang harus dibayarkan bisa sampai Rp 3,5 juta.

“Kalau lewat kami enggak seperti itu, kami dana talangan aja bisa. Kebutuhan itu, mereka mungkin enggak butuh modal kerja lagi, kebutuhan semacam itu enggak bisa dieksekusi karena tidak tahu jalurnya,” papar dia.

Agung menambahkan secara global pinjaman Kupedes (kredit umum pedesaan) kredit cepat (Kece) dapat melayani 5 juta pelaku usaha sebelumnya dilayani rentenir. BRI juga sukses melayani 18 juta pelaku usaha yang sebelumnya tidak tersentuh perbankan.

“Akses pinjaman perbankan dengan layanan lebih dekat dan praktis dengan target sebanyak-banyaknya mitra UMi (ultra mikro) di tahun 2024. Teknisnya, kolaborasi dengan nasabah, setelah itu dilakukan edukasi, inklusi, literasi, retensi, dan step terakhir adalah monitoring dan evaluasi,” jelas dia.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Farida Trisnaningtyas

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co