GenPI.co - Mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memang memiliki selera humor yang tinggi, termasuk ketika berbincang dengan mantan Presiden Soeharto.
Suatu ketika Soeharto mengundang Gus Dur untuk berbuka puasa pada Ramadan di kediamannya di Jalan Cendana, Jakarta.
BACA JUGA: Melihat Kembali Kebaikan Gus Dur Terhadap Papua
Hal itu tertuang dalam buku berjudul Ngakak Bareng Gus Dur karya Muhammad Wahab Hasbullah (Penerbit Insania Yogyakarta, 2010).
Gus Dur tidak datang sendirian, tetapi ditemani Kiai Asrowi. Mereka berbuka puasa bersama dan salat Magrib berjemaah.
Setelah itu mereka menyesap kopi, teh, dan makan. Soeharto dan Gus Dur lantas terlibat perbincangan yang hangat.
“Gus Dur sampai malam, kanm, di sini?” tanya Soeharto.
“Enggak, Pak! Saya harus segera pergi ke tempat yang lain,” kata Gus Dur.
“Oh, iya ya ya. Silaken. Kiainya, kan, ditinggal di sini, ya?” ujar Soeharto.
“Iya, Pak. Tetapi harus ada penjelasan,” jawab Gus Dur.
“Penjelasan apa?” Tanya Soeharto.
BACA JUGA: Yenny Wahid Sebut BJ Habibie dan Gus Dur Seradar Soal Demokrasi
“Salat Tarawihnya nanti itu ‘ngikutin’ NU lama atau NU baru?” sahut Gus Dur.
Soeharto menjadi kebingungan ketika mendengar pertanyaan Gus Dur. Dia baru kali ini mendengar ada NU baru dan lama.
“NU lama dengan NU baru apa bedanya?” tanya Soeharto.
“NU lama Tarawih dan Witirnya 23 rakaat,” jawab Gus Dur.
“Oh, iya. Nggak apa-apa,” jawab Soeharto.
Gus Dur terdiam sejenak. Sejurus kemudian Soeharto kembali melontarkan pertanyaan.
“NU baru bagaimana?” tanya Soeharto.
“Diskon 60 persen! Ha ha ha. Jadi, salat Tarawih dan Witir cuma tinggal sebelas rakaat,” jawab Gus Dur.
Jawaban Gus Dur membuat Soeharto dan semua orang yang ada di sekitar mereka ngakak.
“Saya ikut NU baru saja. Pinggang saya sakit,” kata Soeharto. (santrigusdur)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News