Jadi Penenun Ulos Harus Pintar Matematika

13 November 2019 06:16

GenPI.co - Jakarta sedang menjadi tuan rumah bagi Ulos Fest 2019, sebuah gelaran acara yang untuk pertama kalinya menjadikan tenunan khas Sumatra Utara sebagai pusat perhatian. Selama enam hari, Ulos akan dipamerkan di Musuem Nasional,  mulai 12 November sampai 17 November 2019.

Di acara ini, hadir pula mereka yang menjadi penenun wastra nusantara itu. Kepada para pengunjung, mereka menunjukkan proses menciptakan ulos. Proses di mana helaian-helaian benang disatukan secara manual dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi.

BACA JUGA: Wajib Tahu! 14 Jenis Kain Batak Sebelum Hunting ke Ulos Fest 2019

Satu dari penenun Ulos itu adalah seorang wanita paruh baya yang hanya menyebut dirinya Opung. Ia datang  dari kampung halamannyanya di Tarutung, sebuah kota kecamatan di Tapanuli Utara. Di Ulos Fest 2019, ia sibuk menenun Ulos jenis Ragi Hidup ala Tarutung  sembari sesekali menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pengunjung tentang seluk beluk Ulos.

"Dipakai sendiri oleh bapak-bapak dan ibu-ibu atau diberikan kepada besan," ujar Opung kepada GenPI.co saat ditanya soal peruntukan ulos itu.


Ulos dipamerkan di Ulos Fest 2019. (Foto: Robby/GenPI.co)

Ulos Ragi,  memiliki motif di mana bagian tengahnya didominasi warna putih dan hitam dengan tepian kanan dan kiri bewarna merah. Dua bagian yang berbeda warna ini dikerjakan secara terpisah sampai selesai dan barulah dijahit menjadi satu kain utuh.

Ulos jenis Ragi Hidup ini dikerjakan selama dua minggu. sehingga dalam satu bulan, Opung hanya bisa membuat dua lembar Ulos. Satu lembarnya dijual dengan harga Rp 3 juta rupiah, harga yang wajar mengingat kerumitan pekerjaannya.

"Harus pintar matematika," ujar Opung, "bikin Ulos harus pintar matematika, kalau tidak nanti salah hitung, tidak sama besar motifnya," jelas Opung lagi.

BACA JUGA: Ulos Fest 2019 Resmi Dibuka, Pencinta Kain Ulos Wajib Mampir

Agar dapat membuat gambar yang sama ukurannya secara berulang-ulang sehingga membentuk motif, seorang penenun harus pandai berhitung dan mengingat jumlah dan letak tali yang disisipkan benang.

Mereka juga menenun tanpa panduan gambar, hanya berdasarkan ingatan saja di dalam benak. Semua perhitungan ini diulang-ulang dan dilakukan sendiri tanpa bantuan alat apalagi komputer. Itu membuat seorang penenun adalah para ahli hitung dan juga pengingat yang kuat.

Opung sendiri berasal dari keluarga penenun Ulos. Keahlian menenun diturunkan dari generasi ke generasi di dalam keluarga. Nenek dan ibu dari opung adalah seorang penenun.

BACA JUGA: Berburu Ulos di Pasar Tobasa Balige

Opung sendiri telah menjadi tukang tenun sejak tahun 1972 lalu. Sayangnya, keahliannya itu tidak turun ke anak-anak opung. Menurut Opung, mereka semua merantau dan tidak mau meneruskan menjadi penenun.

Banyak masalah yang menjadi penyebab. Salah satunya adalah soal harga Ulos yang tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga. Opung sendiri masih melanjutkan menenun Ulos karena hanya itulah yang bisa dan biasa dia lakukan, "tidak mungkin bertani," ujarnya pelan.

Dibalik warna warni Ulos terdapat getir kehidupan para lenenunnya. Harapannya, dengan diadakannya Ulos Fest ini, nasib perajin Ulos ikut terangkat menjadi lebih baik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co