Bima, Kamu Masih Ingat Peristiwa di Rumahku Malam Itu?

12 Maret 2020 19:19

GenPI.co - Aku tahu apa yang kulakukan adalah suatu kesalahan. Namun, kesalahan ini memberikanku kenyamanan. Ini semua tentang aku dan Bima.

Namaku Laras. Aku mahasiswi jurusan Desan Komunikasi Visual di salah satu kampus swasta ternama di Jakarta. Aku tidak hanya kuliah, tetapi juga bekerja.

BACA JUGA: Inspirasi Nama Bayi Laki-Laki dari Bahasa Jerman, Artinya Bagus

Saat ini aku sudah memasuki kuliah semester akhir. Aku mau tidak mau harus pintar membagi waktu antara bekerja dan kuliah.

O, iya, ada satu lagi. Aku harus membagi waktu, pikiran, dan hati dengan Bima. Perasaan ini tak bisa dibohongi.

Cinta tidak pernah menunda. Ia datang ketika waktunya sudah tiba. Aku jatuh cinta pada Bima, teman baikku di kampus.

"Kamu di mana?" ujar Bima melalui telepon

"Masih di kantor, nih. Aku usahain jam makan siang udah selesai," jawabku berusaha meyakinkan

"Oke, sayang. Nanti aku jemput kamu ke kantor. Sebelum ke kampus kita makan siang dulu biar kamu nggak pingsan sebelum bimbingan dosen killer," ucap Bisa sambil menggodaku

"Ha ha ha. Oke, sayang. Love you, Bim,”

"See you soon. Love you so much,"

Romantis, bukan? Bila tidak ada yang mengetahui status kami, tentu banyak orang akan menginginkan hubungan seperti yang kami jalani.

Namun, aku harus menahan diri. Lebih tepatnya sadar diri. Bima adalah pacar dari Bella, teman dekatku di kampus.

Aku dan Bima sudah menjalin hubungan selama enam bulan. Tidak ada yang mengetahuinya.

Semuanya bermula dari rasa nyaman. Bima bisa memberikan kenyamanan yang tidak bisa kudapatkan sebelumnya. Aku pun segendang sepenarian.

"Aku suka banget soto di sini. Itu gimana nasi gorengnya? Enak?" tanyaku ketika kami sudah berada di sebuah tempat makan di mal.

Tiba-tiba telepon seluler Bima berbunyi.

"Sayang, bentar, ya. Aku terima telepon dulu," ujar Bima sambil pergi meninggalkanku.

Aku sendiri. Menahan dentuman di dada yang kuat. Hatiku panas meskipun aku tidak tahu siapa yang menelepon Bima. Namun, hati kecil tidak bisa dibohongi.

"Dari siapa?" tanyaku setelah Bima kembali

"Bella,"

"Oh. Dia nanyain kamu di mana? Atau apa? Bella tahu nggak?” aku langsung memberondong Bima dengan serentetan pertanyaan.

Jika mendengar intonasiku, kalian pasti tahu apa yang sedang kurasakan dalam hati.

"Enggak. Ngingetin makan doang. Udah, ya, jangan bahas dia kalau misalnya aku lagi sama kamu. Bikin badmood," tutur Bima

"Iya. Maaf," aku tetiba merasa bersalah.

Semenjak kejadian itu, aku dan Bima tidak pernah lagi membahas Bella ketika kami berdua.

Namun, aku juga merasa kian takut untuk berdekatan dengan Bima. Aku berusaha menjalani kisahku dengan Bima sesuai alur. Kuturuti kata hatiku.

Sampai suatu ketika hari yang paling menyedihkan buatku tiba. Malam itu Bima ke rumahku. Dia baru saja ngapel di rumah Bella.

"Kenapa malam-malam banget ke rumahnya, sayang? Tumben banget kamu nggak capek abis dari rumah Bella?"

"Bella nuntut aku buat nikahin dia. Aku nggak mau. Aku mau putus dari dia,"

"Apa? kamu gila, ya? Nggak mungkin, lah. Hubungan kalian udah 4 tahun. Tujuan pacaran, kan, emang buat nikah. Kenapa malah sekarang kamu pengin putus?"

"Aku nggak bisa. Aku nggak siap.Aku maunya sama kamu,"

Bima berusaha meyakinkan aku, sedangkan aku masih kaget. Aku tak percaya dengan pengakuannya.

"Nggak bisa, Bim. Bella temen baik aku. Kamu gila, ya?"

"Iya, aku emang udah gila. Sekarang kamu pikir aja sendiri. Masak iya aku nikahin cewek yang bahkan aku nggak sama sekali sayang dan nyaman sama dia,"

Jawab Bima dengan nada tinggi. Jawaban Bima membuatku terpana. Emosiku membuncah.

"Oke. Kalau gitu, kita putus aja, Bim. Biar aku nggak ngerusak masa depan kamu sama Bella,"

"Laras, aku nggak mau kehilangan kamu. Kamu itu beda,"

Bima berusaha meyakinkanku. Dia menatapku. Tuhan. Tatapan matanya menghujamku. Namun, aku masih bisa berpikir logis.

"Harus. Mulai detik ini kita harus benar-benar jaga jarak. Sekalipun kamu putusin Bella, kita terus jalanin hubungan gelap, aku tetap aja nggak akan pernah jadi masa depan kamu,"

"Laras, tolong jangan tinggalin aku. Aku nggak..."

"Bim, aku mohon. Aku lakuin ini semua karena sayang sama kamu. Ini buat kebaikan kita bersama,"

Aku sadar harus mengakhiri hubungan dengan Bima. Aku sadar tidak akan bisa memberikan masa depan untuknya.

Sebab, aku mengidap penyakit gangguan hormon. Sejak awal masuk perkuliahan, aku sudah tidak menstruasi selama lebih dari tiga tahun.

Hingga saat ini aku masih belum mengetahui apa yang harus aku lakukan untuk sembuh. Banyak dari saran dokter yang aku lakukan.

Namun, aku tidak mendapat hasil yang kuharapkan. Semenjak saat itu aku takut untuk membayangkan memiliki masa depan bersama orang yang aku cintai.

Aku paham bahwa salah satu kunci kebahagiaan sebuah keluarga adalah memiliki keturunan.

BACA JUGA: Inspirasi Nama Bayi Perempuan Awalan D dari Bahasa Sanskerta

Sejak kejadian di rumahku, aku tidak pernah lagi berusaha membuka hati untuk cowok lain. Bima masih ada di hatiku. Sekarang dan untuk selamanya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Asahi Asry Larasati
Kisah Cinta   Cinta   Dear Diary   Hubungan   Pacar   Sofa  

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co