GenPI.co - Pekerjaanku hari ini selesai lebih awal, aku juga bisa langsung pulang. Rasa lelah dan lapar, membuatku cepat-cepat ingin sampai di rumah.
Saat sampai di rumah, aku melihat banyak makanan di meja makan. Ada kue, ayam bakar, dan masih banyak lagi.
BACA JUGA: Sahabatku Diam-diam Mencintai Pacarku, Tapi Akulah Pemenangnya
Aku memanggil Ibu, tetapi tak ada jawaban. Mungkin ibu sedang pengajian di musala.
Aku pun langsung menyantap makanan yang ada di meja. Setelah selesai makan, ibu menyapaku dari depan.
"Eh kamu Panji. Tumben jam segini sudah pulang," tanya Ibu.
Aku langsung mencium tangan ibu dan menjelaskan bahwa hari ini pekerjaanku selesai dengan cepat.
Aku pun lantas bertanya pada ibu soal makanan yang ada di atas meja. Ibu mengatakan, bahwa makanan tersebut berasal dari tetangga baru di depan rumah.
"Tetangga baru di depan rumah, ngasih makanan banyak banget," jelasnya.
Mendengar jawaban ibu, aku pun menjadi penasaran dengan sosok tetangga baruku. Sudah lama rumah di depan rumah kosong, akhirnya kini ditempati juga.
"Kasihan, suaminya meninggal karena sakit. Padahal masih muda cantik lagi," kata ibu tiba-tiba.
Aku langsung menyimpulkan bahwa tetangga baruku ini adalah seorang janda. Aku makin penasaran, dan akhirnya aku coba mengamati dari depan rumah sembari menikmati kopi.
Benar saja, mataku melihat sosok perempuan yang sangat cantik. Namun, ia langsung masuk ke dalam rumah.
Pagi harinya, aku dengar Ibu sedang berbicara di depan rumah. Aku pun keluar, saat melihatku, ibu langsung mengenalkanku dengannya.
Raila namanya, perempuan cantik yang ditinggal mati suaminya. Dari obrolan pagi itu aku tahu, ia pindah ke sini karena mengingat kenangan lama bersama suaminya dahulu.
Hampir setiap pagi, setiap aku mau berangkat kerja, Raila selalu ada di depan rumahnya. Senyum cantiknya selalu muncul di bibirnya.
Suatu hari, Raila memintaku untuk mengganti lampu kamarnya yang mati. Saat mengganti, tiba-tiba bangku yang aku gunakan sebagai pijakan patah.
Entah sial atau beruntung, tubuhku menimpa tubuh Raila. Kini, ia berada tepat di bawahku.
Cukup lama kami seperti itu, bahkan mata kami saling menatap. Hingga akhirnya aku tersadar dan langsung meminta maaf padanya.
"Maaf mbak, enggak sengaja. Bangkunya patah," kataku. Raila hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Sejak kejadian itu, bayangan Raila terus muncul di pikiranku. Senyumnya yang manis, matanya yang sempurna, sungguh membuatku tergila-gila.
Raila kini sering membantu ibuku memasak. Entah apa maksudnya, yang aku tahu, aku senang bisa melihatnya dekat seperti ini.
Melihat sikapku yang berbeda saat ada Raila. Ibu pun akhirnya mengetahui bahwa aku menaruh rasa pada Raila.
Ibu tak marah, apalagi melarangku untuk mendekati Raila. Asal aku senang dan bahagia, Ibu selalu mendukung semua keputusanku.
Sejak saat itu, ibu pun mulai mendekatkanku dengan Raila. Aku disuruhnya mengantar Raila ke pasar, makan malam berdua, dan masih banyak lagi.
Kedekatan kami pun makin terasa. Tangan kami pun kini mulai saling menggenggam saat bersama.
Namun, saat aku mengatakan isi hatiku kepada Raila, ia hanya diam saja. Entah apa yang ada di pikirannya.
Tiba-tiba, air matanya perlahan mengalir di pipinya. Ia tak lagi diam . "Aku tak percaya, aku bisa menyerahkan hatiku dengan mudah untukmu," kata Raila.
Mendengar itu, aku langsung memeluk tubuhnya. Tangisnya makin deras, ia memintaku agar selalu ada di setiap tangis dan bahagianya.
Aku mengiyakan permintaan itu. Bahkan, aku siap berada di sampingnya sampai dunia tak lagi ada.
Kini, tangan kami makin erat menggenggam. Pelukannya juga makin nyaman aku rasakan.
BACA JUGA: Maaf Rani, Aku Selingkuh dengan Saudara Kembarmu
Ibu setuju, semesta setuju, dan secepatnya, kami akan mengikat janji sehidup semati. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News