GenPI.co - Kisah ini berawal saat Mas Heru, suamiku, memutuskan tinggal di rumah orang tuanya pada dua tahun lalu.
Dia mengambil keputusan itu karena ibunya tinggal seorang diri di rumah.
BACA JUGA: Ooh, Asep! Sungguh Kamu Sangat Liar
Ayah suamiku sudah meninggal sepuluh tahun lalu. Mas Heru adalah anak satu-satunya. Sebagai seorang istri, aku pun mengikuti keputusan Mas Heru.
Awal tinggal di rumah mertuaku, kehidupan berjalan dengan lancar. Mertua tak terlalu ikut campur dengan kehidupan rumah tanggaku bersama Mas Heru.
Hingga pada suatu hari, terjadi konflik antara aku dan Mas Heru. Saat itu aku lupa membuatkan kopi saat Mas Heru baru pulang dari kantornya.
Bukannya menenangkan, mertuaku justru ikut menyalahkanku. Dia juga menjelek-jelekkan namaku di depan anaknya.
"Kamu itu jadi istri harus peduli sama suami. Suami pulang bukannya dilayani, malah santai di kamar nonton TV," kata mertuaku.
Aku memang salah karena saat Mas Heru pulang, aku sedang mencuci pakaian.
Namun, aku rasa tak sepantasnya mertuaku berbicara seperti itu. Semenjak kejadian itu, mertuaku makin sering ikut campur dalam kehidupan rumah tanggaku dengan Mas Heru.
Bahkan, dalam hal sepele, seperti masalah cucian yang belum diangkat pun ia ikut campur.
"Istrimu itu malas sekali. Cucian sudah kering dibiarkan begitu saja, padahal di luar mau hujan," ujarnya kepada Mas Heru saat makan malam.
Aku yang mendengar hal itu hanya bisa diam saja. Hal itu aku lakukan karena aku tak ingin membuat suasana makin tak enak.
Makin hari, mertuaku kian tak tahu diri. dia selalu ikut campur dalam segala hal.
Mertuaku juga selalu menceritakan hal buruk tentangku kepada Mas Heru.
Dia juga menganggapku tak bisa memberikan kebahagiaan dan keturunan untuk Mas Heru.
Tuhan memang belum memberi anak kepada kami. Namun, tak sepantasnya mertuaku berbicara seperti itu.
Mas Heru yang selalu mendengar kata ibunya akhirnya perlahan mulai terhasut.
Kini, dia berubah menjadi suami yang sangat cuek. Dia tidak lagi memperhatikanku seperti dahulu.
Bahkan, Mas Heru yang kukenal suka berbicara romantis kini berubah jadi sosok yang suka mengeluarkan kata kasar.
"Dasar wanita mandul. Percuma kita menikah bila kamu tak bisa memberiku seorang anak," teriak Mas Heru.
Kalimat yang keluar dari mulut Mas Heru itu langsung membuat air mataku mengalir deras.
Aku tidak menyangka Mas Heru yang aku cintai dengan tulus tega berbicara seperti itu.
Setelah kejadian itu, Mas Heru makin cuek kepadaku. Namun, aku tetap berusaha untuk melayaninya dengan baik.
Aku masih tetap membuatkannya sarapan, kopi, dan masih banyak lagi. Namun, tetap saja, dia tak pernah menyentuh apa yang sudah aku sajikan untuknya.
Hingga akhirnya dia meminta bercerai denganku. Aku yang merasa sudah tak dibutuhkan akhirnya mengamini permintaan tersebut.
Kini, setelah dua tahun berlalu, aku mulai mempunyai kehidupan yang menyenangkan lagi.
BACA JUGA: Gara-gara Terong, Rumah Tanggaku Berantakan
Aku sudah menikah lagi dengan seorang duda yang sangat mencintaiku.
Sementara itu, aku mendengar kabar Mas Heru juga sudah menikah lagi. Namun, rumah tangganya kembali hancur karena istrinya tak cocok dengan ibu Mas Heru. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News