Melestarikan Warisan Melayu via Bengkel Tanjak

09 Maret 2019 12:24

Kain-kain berserakan di lantai. Pria-pria berbaju kurung berwarna-warni duduk berkumpul dalam beberapa kelompok. Tak hanya laki-laki, namun perempuan pun turut serta. Masing-masing dari mereka sibuk melipat, mengikat dan membentuk destar khas melayu yakni tanjak dan tengkolok yang sedang mereka pelajari.

Mereka yang berjumlah 49 orang itu, tampak begitu khusyuk mengikuti bengkel tanjak yang menjadi rangkaian kegiatan Tamadun Melayu. Event tersebut diadakan Yayasan Taruna Bangsa bersama Ahlul Tanjak Nusantara di Gedung Daerah Tanjungpinang, Kepri, anggal 8 – 10 Maret 2019.

Baca juga: Tamadun Melayu Soroti Tanjak Khas Kepri

Wanita dan pria-pria yang hadir berasal dari berbagai daerah dan juga negara. Ada yang datang dari Kepri, Dumai, Pekanbaru, Pontianak dan daerah lainnya. Ada juga yang  datang dari Malaysia.

"Kita undang tenaga pengajar yang memang ahlinya tentang tanjak. Jadi,  bukan sembarangan orang.  Ada gurunya dari Malaysia.  Karena pakarnya memang terbatas untuk memberikan serta mengajarkan pembuatan tanjak khas warisan melayu." jelas Beri Kurniawan, Ketua Yayasan Taruna Bangsa.

Johan Iskandar, Ketua Akademi Seni Tradisional Warisan Melayu mengatakan acara ini mengupas tentang  seni pembuatan dan pemakaian Tanjak dan Destar atau Tengkolok.

Ia mengatakan, masing-masing dari peserta  harus melewati 3 tahap yang telah ditentukan. Tahap pertama membuat 7 jenis tanjak yang lebih mudah. Lanjut ke tahap kedua mempelajari pembuatan tanjak yang agak lebih sulit dan Tahap ketiga mereka semua harus mengulang kembali semua yang telah mereka dapatkan.

“Susunan tahap mengikuti tingkat kesulitan. Maksudnya tahap pertama memang agak lebih mudah dari tahap dua. Jadi makin tinggi tahap makin susah. Sebab, untuk memudahkan mereka belajar agar nantinya tidak cepat menyerah.” jelasnya.

Menurut Johan yang menjadi kesulitan saat membuat tanjak adalah daya ingat akan lipatannya detail. Setiap lipatan memiliki makna. Jadi, bila berubah sedikit saja berarti beda arti tanjaknya. Untuk membuat sesuai dengan jenis tanjak yang diinginkan harus mengikuti ukuran tinggi, lebar, jumlah lipatan, simpul dan bentuknya yang sama.

“Dalam pembuatan tanjak juga mempunyai larangan. Ini karena tanjak adalah sesuatu yang dijunjung di atas kepala dan memiliki nilai simbolis yang tinggi. Yang pertama tidak boleh berbentuk huruf jawi Ya, karena itu artinya mati jika kita balikkan. Ada dua titik yang menyerupai batu nisan. Lalu, yang kedua jangan gunakan warna kuning Zafran. Kuning Zafran tidak sama seperti warna kuning susu atau kuning diorama,” beber Johan.

Ia  berharap warisan bertanjak dapat dibudayakan dan diterapkan kembali oleh generasi orang melayu jaman sekarang. Sebab, tradisi-tradisi seperti itu mulai pudar pada zaman modern saat ini.

Untuk diketahui,  melayu adalah suku bangsa yang besar, sebelum adanya negara Indonesia maupun Malaysia yang memisahkan daerah-daerah yang menjadi tempat tinggal rumpun bangsa itu. Di Indonesia terdapat rumpun melayu yang luas seperti dari Kepri, Riau, Pontianak, Medan dan daerah lainnya. Serta satu asal dengan melayu di Malaysia dan juga Patani di Thailand.

Dalam pemakaian busana, hiasan kepala seperti tanjak, budaya dan adat istiadat pun hampir sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tak heran, jika orang melayu Malaysia juga memiliki tanjak, destar dan tengkolok yang sama dengan orang melayu di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Paskalis Yuri Alfred

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co