GenPI.co - Demo terbesar dalam 3 dekade pecah di Kuba. Warga di sana kelaparan. Semua butuh makan.
Saat warga kelaparan, tak ada lagi rasa takut yang membayangi. Adangan polisi tak diindahkan. Semua maju. Semua bergerak.
Sanksi AS dan pandemi covid-19 benar-benar bikin Kuba tak berdaya.
Kelangkaan bahan pangan terjadi di mana-mana. Kalau pun ada bahan makanan, harganya sudah selangit.
Ribuan orang pun turun ke jalan di sejumlah kota. Semua kompak menyuarakan penderitaan hebat.
Polisi yang ditugaskan menjaga demonstrasi hanya bisa terdiam.
Protes pun pecah di Kuba. Senin (12/7/2021) pagi waktu setempat, kota San Antonio de los Banos di barat Kuba, dan di kota Palma Soriano di timur, langsung terasa panas.
Jumlah pengunjuk rasa di kedua tempat itu bisa mencapai ratusan ribu orang.
The Guardian, Senin (12/7/2021), memberitakan bahwa aksi ini mengundang simpati dan solidaritas hingga Havana.
"Saya di sini karena kelaparan, karena tidak ada obat, karena pemadaman listrik, karena ada kecurangan di mana-mana," ujar seorang pria berusia 40-an yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pria in ihanya ingin merasakan perubahan total. "Perubahan pemerintahan, pemilihan multipartai, dan berakhirnya komunisme," sambungnya.
Aksi ini kemudian disambut polisi dengan tindakan represif. Ada banyak ratusan demonstran yang ditangkap.
Warga yang panas kemudian membalasnya dengan aksi perusakan fasilitas umum.
Di sejumlah titik ada polisi yang yang dipukuli kepalanya dengan batu oleh pengunjuk rasa.
“Kami di sini karena kami lapar dan miskin. Kami tidak punya makanan. Kami tidak punya apa-apa,” tambah pria yang enggan disebutkan namanya tadi. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News