Kabar Covid China Bikin Nyesek, Lockdown Mengubah Segalanya

18 November 2021 12:20

GenPI.co - Kabar covid dari China ini bisa bikin nyesek. Pejabat dan warga jadi sering mengeluhkan stres dan frustrasi. Lockdown ketat ternyata mengubah segalanya.

Para pejabat publik mengalami tekanan luar biasa. Ada banyak kasus pemecatan bagi mereka yang dianggap gagal mengendalikan covid-19 di daerah masing-masing.

Tekanan ini membuat pemimpin daerah rela melakukan apa saja demi mengendalikan covid-19 di wilayah masing-masing.

BACA JUGA:  Covid-19 Mengganas di Uni Eropa, Belanda Lockdown

Salah satu wilayah di China bahkan menawarkan ribuan dolar hadiah bagi mereka yang memiliki informasi terkait wabah covid-19.

"China menghadapi tekanan domestik yang meningkat untuk beralih ke pendekatan penanganan covid-19 yang tinggi," kata seorang pengamat dari Council for Foreign Relations, Yangzhong Huang, Kamis (18/11/2021).

BACA JUGA:  Bukan Covid-19, New Delhi akan Lockdown Karena Hal Ekstrem ini

Seorang profesor Universitas Hong Kong, Guan Yi, juga mempertanyakan strategi covid-19 China tersebut yang dinilai sudah tidak efektif.

Guan juga menganggap China seharusnya tidak melakukan pengujian massal setiap kali ada klaster atau memberikan dosis vaksin penguat tanpa data yang cukup soal kemanjurannya.

BACA JUGA:  Kebijakan Radikal Austria - Lockdown Orang yang Ogah Divaksinasi

Warga juga sama. Tekanan besar selama dua tahun pandemi membuat semuanya kacau.

Strategi nol kasus covid-19 untuk meredam pandemi berimbas besar bagi warga.

Pemerintah China kerap menerapkan lockdown ketat di tempat-tempat publik, perumahan, hingga kota-kota dengan klaster Covid-19 baru meski hanya mendeteksi satu kasus virus corona.

Kerugiannya sangat besar. Warga sekitar Ruili misalnya. Sekitar 210 ribu penduduk Ruili dibuat tak berdaya.

Kota mereka yang berbatasan langsung dengan Myanmar itu menghadapi tiga lockdown total dan tes covid-19 massal yang rutin akibat wabah baru yang bermunculan.

Strategi penanganan covid-19 itu membuat bisnis dan usaha di kota itu amburadul.

Seorang pedagang bermarga Lin di Ruili mengatakan, bisnis perhiasannya berada di ujung tanduk.

Akibat lockdown, toko Lin yang kerap dikunjungi turis dan penggemar perhiasan kini sepi.

"Kami terus beroperasi, tapi kami terus terbengkalai," kata Lin kepada AFP.

Rasa frustrasi di antara warga juga terungkap di sebuah unggahan WeChat dari mantan wakil walikota Dai Rongli. Dai mengatakan tindakan itu "memeras tanda-tanda kehidupan terakhir" di luar kota.

Seorang warga lainnya juga curhat bahwa hanya orang-orang yang menjalani aturan yang dapat merasakan sedih dan putus asanya berada dalam kondisi yang tak menentu.

"Hanya mereka yang berada dalam situasi ini yang tahu betapa menyedihkan perasaan orang-orang," tulis seorang warga setempat sebagai tanggapan.

Salah satu bayi balita di Ruili bahkan telah melakukan lebih dari 70 tes swab Covid-19, media lokal melaporkan.

Sementara itu, seorang videografer bermarga Lu mengatakan dia terpaksa menghabiskan tabungan hanya untuk membayar sewa ruang kantornya.

Sebab, sejak pandemi berkecamuk dan lockdown kerap berlangsung tak ada proyek dan acara yang bisa ia liput lagi.

"Saya tidak bisa bertahan lebih lama lagi," katanya.

Di awal pandemi, strategi nol kasus covid-19 ini memang dianggap manjur. Sebab, hanya dalam beberapa bulan China mampu meredam penyebaran virus corona.

Namun, sejak varian Delta menyebar luas di berbagai penjuru dunia, termasuk China, lonjakan covid-19 kembali terdeteksi di Negeri Tirai Bambu meski telah menerapkan strategi nol covid-19.

Sejauh ini, klaster covid-19 baru telah terdeteksi di lebih dari 40 kota dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu menempatkan jutaan warga berada di bawah lockdown. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Agus Purwanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co