GenPI.co - Kematian seorang pria di hutan hujan Amazon menjadi berita utama di seluruh dunia karena dia diketahui sebagai penyintas terakhir dalam sukunya.
AFP pada Minggu (5/9) melaporkan, selama lebih dari 20 tahun dia tinggal sendirian di Amazon Brasil makan kacang-kacangan, buah-buahan dan hewan buruan.
Hidup pria yang tak diketahui namanya itu ditandai dengan pembantaian yang membuatnya sebagai satu-satunya yang selamat dari suku kecil yang diserang oleh orang-orang bersenjata.
Para penyerang tampaknya disewa oleh para peternak yang berusaha mengeksploitasi Amazon yang masih asli.
Dia ditemukan tewas tergeletak di tempat tidur gantung pada 23 Agustus di Wilayah Adat Tanaru.
Pihak berwenang tidak menemukan tanda-tanda kekerasan dan percaya dia meninggal karena sebab alami.
Pria itu ditutupi bulu burung yang cerah yang disebut guacamaya, sejenis macaw, kata laporan berita lokal.
Wilayah Adat Tanaru mencakup 8.000 hektar hutan hujan lindung di negara bagian Rondonia barat daya Brasil, berbatasan dengan Bolivia. Cagar alam ini dikelilingi oleh peternakan sapi yang luas.
Penuh dengan penambang ilegal dan pembalak liar, iru adalah salah satu wilayah paling berbahaya di Brasil, menurut Survival International NGP.
“Tanah Tanaru "seperti oasis hijau di lautan kehancuran," kata direktur Survival International NGP Fiona Watson.
Pria dengan julukan Man of the hole pertama kali terlihat pada tahun 1996 oleh tim dokumenter yang bepergian dengan pejabat National Indian Foundation.
Itu adalah sebuah lembaga pemerintah yang menyelidiki pembantaian yang dilakukan terhadap sukunya.
Pembuktian keberadaan masyarakat hukum adat di kawasan hutan Tanaru diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap kawasan tersebut.
Rekaman itu ditampilkan dalam sebuah film dokumenter berjudul "Corumbiara" pada tahun 2009.
Di tayangan tersebut , mata pria itu terlihat mengintip dari dalam gubuk jerami. Sebuah tombak mencuat di satu titik, seolah-olah menakut-nakuti pengunjung. Tapi tidak ada yang mengucapkan sepatah kata pun.
Selama bertahun-tahun, tim bernama Funai kembali dengan perwakilan dari suku-suku tetangga untuk mencoba menentukan bahasa apa yang digunakan pria itu dan belajar lebih banyak tentang bangsanya.
Tapi dia menegaskan dia tidak ingin melibatkan siapa pun. Merasa terancam, suatu kali dia menembakkan panah yang membuat anggota tim tamu terluka parah.
"Orang hanya bisa membayangkan apa yang orang ini pikirkan, alami, hidup sendiri, tidak dapat berbicara dengan siapa pun dan saya pikir sangat ketakutan karena setiap orang luar baginya merupakan ancaman, mengingat pengalamannya yang mengerikan," kata Watson.
Setelah itu, pihak berwenang hanya mencoba berpatroli di wilayahnya dan mencari tanda-tanda bahwa dia masih hidup.
Dalam rekaman tentang dirinya pada 2011, dia terlihat menebang pohon dengan kapak. Rekaman itu baru dirili 7 tahun kemudian.
Selain busur dan anak panah yang menunjukkan dia berburu, ada kebun tempat dia menanam buah dan sayuran, seperti pepaya dan ubi kayu.
"Kami melihat salah satu kebunnya dan itu penuh dengan hasil bumi -- sangat terawat dengan baik," kata Watson yang mengunjungi situs itu pada tahun 2005.
Namun yang paling membuat para peneliti terpesona adalah banyaknya lubang yang ia gali -- sekitar dua meter dalamnya. dan dengan tombak tajam di bagian bawah.
Funai mengatakan, petugas menemukan 53 tempat yang pernah menjadi rumahnya di wilayah Tanaru, selalu dengan struktur yang sama: gubuk jerami kecil dengan satu pintu dan lubang.
Lubang-lubang itu digunakan untuk menjebak hewan, tetapi para ahli berpikir bahwa lubang itu mungkin juga menjadi tempat baginya untuk bersembunyi dari penyusup atau memiliki semacam tujuan spiritual.
Lubang-lubang itu, kata Watson, adalah "sebuah misteri yang telah mati bersamanya", seperti halnya sejarah orang Tanaru.
Funai telah mengidentifikasi 114 kelompok adat yang hidup terisolasi di bagian Amazon Brasil.(AFP)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News