GenPI.co - Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde menilai inflasi kini makin sulit diprediksi akibat guncangan global seperti pandemi covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina.
Menurut dia, para pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan kemungkinan skenario ekstrem dan mengomunikasikan risiko-risiko tersebut secara terbuka kepada publik.
"Dunia ke depan makin tidak pasti dan ketidakpastian ini akan membuat inflasi menjadi lebih tidak stabil. Ini kenyataan yang mendasar," ujarnya dilansir AP News, Selasa (1/7).
Lagarde menyebut gangguan rantai pasokan menjadi salah satu faktornya.
Akibatnya, banyak perusahaan mulai menyesuaikan harga lebih sering daripada sebelumnya.
Perubahan itu tidak sekadar respons terhadap lonjakan inflasi di Eropa dan Amerika Serikat, tetapi mencerminkan pergeseran struktural dalam cara perusahaan menghadapi ketidakpastian global.
Menurut Lagarde, penilaian ekonomi ke depan tidak bisa lagi hanya bergantung pada skenario dasar yang paling mungkin terjadi.
Sebaliknya, para pembuat kebijakan juga harus mempertimbangkan skenario terburuk dan menyampaikannya kepada masyarakat agar tidak menciptakan kesan kepastian yang palsu.
Dia mencontohkan lonjakan inflasi yang terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Saat itu, proyeksi dasar dengan asumsi kenaikan harga energi memprediksi inflasi sebesar 5,5% pada 2022.
Namun dalam skenario terburuk, inflasi diperkirakan bisa mencapai lebih dari 7%, angka yang pada akhirnya lebih mendekati inflasi aktual sebesar 8%.
"Analisis berbasis skenario bisa membantu menunjukkan bahwa kemungkinan hasil inflasi sangat luas," jelas Lagarde. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News