Titah Maut Duterte Sangar Seret China Tunduk, Xi Jinping Ngamuk!

07 April 2021 13:48

GenPI.co - Kehadiran kapal China di terumbu yang disengketakan di lepas pantai Filipina dapat memicu permusuhan yang tidak diinginkan.

Seorang pembantu utama Presiden Rodrigo Duterte telah memperingatkan, meningkatkan perselisihan diplomatik atas kapal-kapal yang digambarkan Manila sebagai 'milisi maritim'.

BACA JUGA: Seruan Duterte Buat Warga Filipina Mati Berdiri, Kaget Kepalang!

Kabarnya lebih dari 200 perahu China pertama kali terlihat pada 7 Maret di Whitsun Reef, sekitar 320 kilometer (175 mil laut) di sebelah barat Pulau Palawan dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina.

Sebagian besar dari mereka telah tersebar di seluruh Kepulauan Spratly tetapi pekan lalu puluhan kapal berbendera China masih berlabuh di terumbu berbentuk bumerang.

Padahal selama berminggu-minggu Manila telah meminta Beijing untuk menarik kapal 'milisi maritim', dengan mengatakan serangan mereka ke ZEE Filipina adalah ilegal seperti yang ditetapkan oleh Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag.

Tetapi China, yang mengklaim hampir seluruh laut yang kaya sumber daya telah menolak, bersikeras bahwa mereka adalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari cuaca buruk dan diizinkan berada di sana.

Duterte, yang telah membina hubungan yang lebih hangat dengan negara adidaya sejak menjabat pada tahun 2016, telah menyatakan keprihatinannya kepada duta besar China atas kapal-kapal tersebut.

Dilansir Reuters, Rabu (7/4/2021) Duterte telah menyerahkan pembicaraan yang keras di depan umum kepada para menteri pertahanan dan luar negerinya.

Namun dalam pernyataan terkuat dari kantornya, penasihat hukum utama Duterte Salvador Panelo memperingatkan serangan teritorial China saat ini menghasilkan noda yang tidak diinginkan dalam ikatan mereka dan dapat memicu permusuhan yang tidak diinginkan yang tidak diinginkan oleh kedua negara.

BACA JUGA: Sabda Duterte Bikin Pemberontak Komunis Bergidik, Mengerikan

"Masalah sengketa wilayah harus diselesaikan di meja perundingan diplomatik atau dengan perintah hukum internasional," kata Panelo dalam sebuah pernyataan.

Beijing sendiri sering menggunakan apa yang disebut sembilan garis putus-putus untuk membenarkan hak historisnya yang nyata atas sebagian besar Laut Cina Selatan dan telah mengabaikan keputusan 2016 yang dikeluarkan oleh Den Haag yang menyatakan pernyataan ini sebagai tanpa dasar.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Luthfi Khairul Fikri

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co