Saksi Ahli Beber Pasal 160 KUHP, Habib Rizieq Bisa Lolos

08 Mei 2021 11:40

GenPI.co - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menggelar sidang lanjutan tuntutan kasus dugaan tindak pidana karantina kesehatan dengan terdakwa eks Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.

Menurut Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Timur Alex Adam Faisal, sidang tuntutan tersebut digelar setelah agenda pemeriksaan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa telah selesai.

BACA JUGA: Mendadak Denny Siregar Bongkar KPK: Bambang Widjojanto Gemetar...

"Penuntut Umum sudah menyiapkan tuntutan, jadi mungkin setelah keterangan ahli diskors sebentar akan dibacakan tuntutan untuk perkara nomor 221 dan 222," kata Alex Adam Faisal di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (6/5).

Alex menjelaskan tim kuasa hukum Rizieq Shihab meminta untuk dihadirkan kembali sebanyak dua saksi ahli untuk perkara nomor 226 guna membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Dian Adriawan yang dihadirkan sebagai saksi ahli dari pihak terdakwa menyebut Habib Rizieq tidak perlu dipidana jika sudah membayar denda pelanggaran protokol kesehatan.

BACA JUGA: Mendadak Habib Rizieq Bongkar Fakta di Penjara: Panas Sekali

"Apabila sudah membayar denda tidak bisa lagi diterapkan pidana kepada pihak yang melanggar protokol kesehatan tersebut," tegas Dian Adriawan dalam kesaksiannya.

Dian Adriawan membeberkan, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang digunakan jaksa dalam mendakwa Habib Rizieq juga tidak bisa digabungkan dengan Pasal 93 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut dosen Universitas Trisakti, dalam persidangan bahwa undangan acara keagamaan bukan merupakan sebuah bentuk hasutan. Dia juga mencontohkan mengenai tindakan penghasutan yang mengakibatkan perbuatan pidana.

"Pasal 160 di situ dijelaskan perbuatan yang dilakukan di muka umum, kemudian secara lisan atau tulisan. Di sini menghasut supaya melakukan tindak pidana. Pidananya itu ada kejahatan, misalnya pada kerumunan tersebut ada upaya merusak suatu bangunan," ungkap Dian Adriawan.

"Sedangkan kalau pelanggaran, pelanggaran di sini kan delik UU, bukan sesuatu yang jahat. Itu langsung dikenakan sanksi denda. Jadi sebenarnya sudah selesai urusan sanksi yang diberikan kepada pelaku kerumunan," lanjutnya.

Oleh sebab itu, pihak terdakwa menganggap proses hukum terhadap dirinya tidak perlu lagi dilakukan. 

Namun, Majelis Hakim yang diketuai Suparman Nyompa menolak eksepsi tersebut dan menilai bahwa pembayaran denda hanya bersifat administratif.

"Pembayaran denda bersifat administratif dari pemerintah DKI Jakarta, bukan sanksi dari lembaga peradilan," jelas Suparman Nyompa.

Meski begitu, Dian Adriawan mengungkapkan, bahwa Pasal 160 dan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan itu sebenarnya dua hal yang terpisah. Jadi harus dibuktikan satu-satu yang mana dapat terpenuhi unsur deliknya. 

"Jadi tidak bisa digabungkan pasal 160 yang tadi dikatakan pasal penghasutan, itu delik materil yang artinya harus bisa dibuktikan akibatnya," pungkas Dian Adriawan.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co