Kesimpulan ICW Bikin KPK Tersudut, Presiden Jokowi Wajib Baca!

27 Mei 2021 15:20

GenPI.co - ICW pun membeberkan sejumlah kesimpulan terkait dengan pemecatan 52 pegawai KPK. Presiden Jokowi disarankan untuk membaca ini.

Pertama, keputusan untuk mengeluarkan 51 pegawai KPK secara terang benderang menghiraukan putusan Mahkamah Konstitusi. Diketahui, dalam putusannya, MK sudah mengumumkan bahwa pengalihan status kepegawaian KPK tidak boleh melanggar hak-hak pegawai. 

Kedua, KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) telah melanggar ketentuan perundang-undangan.

Ketiga, kebijakan Pimpinan KPK untuk memasukkan TWK dalam Peraturan Perkom 1/2021 telah melanggar kode etik. Merujuk pada Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, terdapat banyak ketentuan yang saling bertentangan. 

"Dapat dibayangkan, perihal kehidupan pribadi, pandangan politik, dan Agama turut dijadikan dasar penilaian. Bahkan, proses wawancara juga dilakukan secara tidak profesional," ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Sayangnya, panitia penyelenggara tidak menyediakan alat rekam saat dilakukan proses tanya jawab dengan pegawai KPK berlangsung 

Keempat, substansi pertanyaan dalam TWK yang diinisiasi oleh Pimpinan KPK bersama lembaga lain bertentangan dengan hak asasi manusia.

Merujuk pada beberapa pemberitaan yang beredar luas di tengah masyarakat, pertanyaan-pertanyaan TWK menyentuh ranah privasi warga negara. 

Kelima, konsep TWK terlihat ahistoris dengan kondisi sebenarnya. Beberapa waktu terakhir sejumlah pegawai KPK menyebutkan rangkaian seleksi Indonesia Memanggil dan sejumlah pelatihan yang didapatkan pasca terpilih menjadi pegawai lembaga antirasuah itu.

Dalam penjelasan ditemukan fakta bahwa saat terpilih menjadi pegawai, mereka turut melewati program induksi selama 48 hari yang di dalamnya juga terdapat materi wawasan kebangsaan dan bela negara. 

"Jadi, TWK itu jelas tidak dibutuhkan lagi untuk diterapkan. Apalagi dijadikan batu uji untuk menilai wawasan kebangsaan pegawai KPK," ungkap Kurnia.

Keenam, lanjut Kurnia, pernyataaan Pimpinan KPK dan Kepala BKN patut dianggap sebagai upaya pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo.

Kurnia mengatakan, beberapa waktu lalu Presiden telah menegaskan bahwa TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan sejumlah pegawai KPK.  

Namun, ucap Kurnia, dua lembaga itu malah menganggap pernyataan Presiden sebagai angin lalu.

Padahal, berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan bahwa Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.

Selain itu, akibat perubahan UU KPK, khususnya Pasal 3, lembaga antirasuah tersebut merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif. 

"Jadi, pada dasarnya, tidak ada alasan bagi dua lembaga itu mengeluarkan kebijakan administrasi yang bertolak belakang dengan pernyataan Presiden," ucapnya.

Ketujuh, patut diduga ada sejumlah kelompok yang bersekongkol dengan Pimpinan KPK untuk memberhentikan pegawai-pegawai KPK.

Kurnia menyebut indikasi ini menguat tatkala para pendengung (buzzer) memenuhi media sosial dan diikuti pula dengan upaya peretasan kepada pihak-pihak yang mengkritisi TWK. 

Kedelapan, putusan untuk memberhentikan sejumlah pegawai KPK terkesan terburu-buru tanpa didahului dengan melakukan mekanisme evaluasi secara menyeluruh atas penyelenggaraan TWK.

Kurnia mengatakan sejak polemik TWK ini menguak ke tengah publik, terdapat sejumlah elemen dan organisasi yang mengkaji keabsahan pemberhentian pegawai KPK. 

"Mulai dari masyarakat sipil, organisasi keagamaan, mantan Pimpinan KPK, bahkan puluhan guru besar telah mengeluarkan sikap penolakan penyelenggaraan TWK dan hasilnya," ujarnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Agus Purwanto

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co