GenPI.co - Direktur center of economics and law studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut rencana urun dana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia mirip dengan yang pernah terjadi di Malaysia.
"Di Malaysia pernah terjadi urun dana yang nilainya mencapai USD 1.8 juta hanya dalam waktu 24 jam tapi konteksnya untuk membayar utang pemerintah," sebut Bhima Yudhistira kepada GenPI.co, Senin (28/3).
Saat itu, lanjutnya, Mahatir Muhammad ikut menyerukan 'Tabung Harapan Fund' pada 2018 yang merupakan program pendanaan bersama karena krisis utang di Malaysia dan sudah dalam tahap membahayakan penduduknya.
Bhima menyebut konteks urun dana bisa digunakan untuk proyek sosial atau pembiayaan UMKM.
Oleh karena itu, pendanaan dengan urun dana di IKN dinilai kurang tepat.
Karena urgensi pembangunan IKN juga masih timbul perdebatan dan penolakan di publik, terlebih ada rencana kenaikan pajak PPN pada April mendatang.
"Masyarakat, kan, sudah naik tarif pajaknya tahun ini dan uang pajak masuk ke APBN," sebutnya.
Sedangkan, APBN akan digunakan 20 persen untuk IKN.
"Lalu, buat apa lagi minta uang lewat urun dana?," tegasnya.
Sebab, masih banyak kebutuhan masyarakat yang lebih prioritas.
"Misalnya, membeli minyak goreng dan kebutuhan pangan dengan harga terjangkau," jelasnya.
Seperti diketahui, Presiden RI Jokowi meminta proses pembangunan IKN Nusantara fleksibel dan lincah mendapatkan skema pendanaan.
Pembiayaannya pembangunan IKN melibatkan investor dan swasta. Selain itu, yang terbaru pemerintah menambah pilihan membentuk skema crowdfunding (urun dana) dari masyarakat untuk pembangunan IKN. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News