GenPI.co - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menilai keputusan Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra dan Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti tepat dalam menggugat pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017.
Pasal tersebut mengatur tentang presidential threshold harus 20 persen kursi atau 25 persen suara untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden.
“Saya pikir memang tepat dan saat ini harus disesuaikan proses pengajuan judicial review-nya dengan putusan MK,” ujar Feri kepada GenPI.co, Jumat (1/4).
Sebab, menurut Feri, hanya partai politik yang memiliki legal standing dan berhak mengajukan perkara ini.
“Dalam pasal 6a ayat 2 UUD 1945, PBB tentu saja punya ruang untuk legal standing itu dan bisa menyatakan bahwa mereka mengalami kerugian dengan munculnya pasal 222 di UU pemilu,” katanya.
Selain itu, Feri juga mengatakan PBB bisa memprotes lantaran pasal 222 dirasa menambahkan kata-kata yang mengubah makna jauh dari pasal 6a ayat 2.
“Bagaimana peluangnya? Harus diakui hal ini memang berat. Sebab, persektif MK sangat janggal dalam melihat open legal policy,” ucapnya.
Pasalnya, kata Feri, MK membuka kewenangan bagi pembuat undang-undang untuk menerjemahkan secara luas apa yang ditentukan dalam pasal 6a ayat 2.
“MK lebih memahami sebagaimana cara partai politik memahami mayoritas sebuah ketentuan undang-undang,” tuturnya.
Oleh sebab itu, menurutnya, menggugat presidential threshold menjadi lebih berat apabila pemahaman MK jauh dari apa yang dikehendaki UUD 1945. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News