GenPI.co - Pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Indonesia selama setahun terakhir mayoritas dilakukan keluarga atau orang dekat korban.
Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo usai acara "Kick-off Program Perlindungan Saksi dan Korban Berbasis Komunitas di DIY" di Yogyakarta, Kamis (2/6).
"Pelaku biasanya orang-orang yang dekat, ayah kandung, ayah tiri, kakek kandung, kakek tiri, abang kandung, adik kandung, dan tetangga," kata Hasto.
Tidak hanya itu, oknum guru di sejumlah sekolah umum maupun yang berbasis agama tercatat menjadi pelaku pelecehan seksual.
Hal itu kata Hasto menunjukkan bahwa kekerasan seksual ini didominasi relasi kuasa.
"Orang menggunakan kuasanya untuk melakukan kekerasan seksual kepada korban," jelasnya.
Sejak awal 2022, kata Hasto, kasus kekerasan seksual mengalami tren meningkat dan LPSK telah mendapatkan 400 laporan korban, baik perempuan maupun anak-anak.
"Terakhir-terakhir ini tren yang naik adalah kekerasan seksual kepada perempuan maupun anak," ujar Hasto.
Dia mengakui sebagian besar laporan telah mendapatkan pendampingan dari LPSK.
Namun, tidak sedikit korban maupun keluarga justru enggan membeberkan kasusnya.
"Kasus-kasus asusila orang malu, memandang ini aib, sehingga orang tidak melakukan apa-apa," kata Hasto.
LPSK kata Hasto bakal membentuk sahabat saksi dan korban di seluruh provinsi di Indonesia.
Hal itu dilakukan untuk membantu masyarakat, khususnya para saksi dan korban mendapatkan akses perlindungan dari lembaganya.
Hasto mengatakan, pihaknya memiliki tugas membantu para saksi dan korban melakukan prosedur awal pengajuan permohonan perlindungan ke LPSK.
"Bagaimana korban memerlukan dukungan perlindungan, dan kemudian akan dikomunikasikan sehingga LPSK bisa menindaklanjuti," jelasnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News