GenPI.co - Pengamat politik Jamiluddin Ritonga mengatakan meski elektabilitas Ketum Gerindra Prabowo Subianto tinggi, belum tentu terpilih menjadi presiden.
"Kasus Pilpres 2014 dan 2019 menjadi bukti, elektabilitas Prabowo yang tinggi, akhirnya dikalahkan Jokowi," ujar Jamiluddin kepada GenPI.co, Kamis (1/9).
Sudah dua kali kasus tersebut terjadi, membuat Prabowo harus menelan kekalahan yang menyakitkan.
Akademisi dari Universitas Esa Unggul itu menuturkan empat faktor penyebabnya.
"Pertama, Prabowo elektabilitasnya tinggi tapi cenderung stagnan mendekati hari H, sehingga dilampaui kompetitornya," ucapnya.
Selanjutnya, ada peluang kejenuhan terhadap Prabowo. Hal itu disebabkan karena sudah berulangnya dia mengikuti kontestasi pilpres.
"Kelompok masyarakat yang jenuh tersebut tentunya akan mencari capres lain yang dinilai lebih menjanjikan," sambungnya.
Jamiluddin menyebut hal yang ketiga yakni ada sekelompok masyarakat kecewa terhadap Prabowo.
"Mereka ini kecewa karena Prabowo bergabung kepada Jokowi," ucapnya.
Menurutnya, kelompok yang kecewa tersebut relatif banyak. Untuk itu, Jamiluddin memprediksi masyarakat akan memilih capres lain.
"Faktor terakhir adalah usia yang membuat nilai jual Prabowo akan menurun karena banyak pemilih pemula dan muda yang mendominasi Pilpres 2024," jelasnya.
Oleh karena itu, peluang Prabowo dipilih kelompok pemula dan muda tampaknya relatif kecil. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News