GenPI.co - Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Sri Mulyani, Yustinus Prastowo angkat bicara soal tagihan pengembalian dana beasiswa sebesar Rp 773,87 juta dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan kepada Veronica Koman.
Menurut Prastowo, mengaitkan LPDP dengan aktivitas Veronica sebagai pegiat hak asasi manusia (HAM) dalam isu Papua tidak tepat. Dalam hal ini menurutnya, LPDP hanya menegakkan aturan terkait kewajiban penerima beasiswa untuk kembali dan berkontribusi di Indonesia sesuai perjanjian.
"Selain itu ada Surat Pernyataan bersedia kembali. Ini soal komitmen ya," tulis Prastowo seperti dikutip dari akun Twitter resminya, @prastow, Jumat (14/8).
BACA JUGA: Anggota DPR Fraksi NasDem Positif Corona
"Apakah LPDP baru belakangan melakukan upaya pengenaan sanksi ini? Jelas tidak! Hal ini berlaku kepada seluruh alumni, termasuk Veronica . Jadi jangan dibalik, seolah karena aktivitas Veronica maka LPDP dipakai sebagai alat politik," kata Prastowo.
Lebih lanjut Prastowo menjelaskan, berdasarkan informasi di sistem LPDP, diketahui Veronica menginformasikan sempat kembali ke Indonesia tahun 2018 untuk mendampingi aksi para mahasiswa Papua di Surabaya, tetapi kembali lagi ke Australia. Ia pulang saat belum lulus studi, artinya bukan pemenuhan kewajiban sebagai alumni.
Veronica baru lulus pada Juli 2019 dan baru melaporkan kelulusan pada aplikasi sistem monev LPDP pada 23 September 2019, tetapi belum lengkap. Setelah menjadi alumni, Veronica tidak memenuhi kewajiban kembali dan berkarya di Indonesia sesuai perjanjian dan Surat Pernyataan.
"Atas dasar itulah, LPDP 24 Oktober 2019 menerbitkan Surat Keputusan Direktur Utama tentang Sanksi Pengembalian Dana Beasiswa LPDP sebesar Rp 773.876.918. Pada 22 November 2019 diterbitkan Surat Penagihan Pertama kepada Veronica ," jelasnya.
Menariknya, kata Prastowo, pada 15 Februari 2020, Veronica mengajukan Metode Pengembalian Dana Beasiswa dengan cicilan 12 kali. Ia bayar cicilan pertama Rp 64.500.000 pada April 2020.
Menurutnya, komitmen Veronica patut dihargai. Sayang ia tak melanjutkan lagi cicilannya hingga ditagih lagi pada 15 Juli 2020.
Prastowo menjelaskan, konsekuensi bila Veronica tak memenuhi, maka penagihannya akan dilimpahkan ke Panitia Urusan Piutang Negara di Kemenkeu. Menurutnya, ini hal yg normal dan sejak dahulu aturan juga demikian.
"Saya jadi ingat kawan baik saya tahun 1990-an dikejar-kejar petugas karena belum melunasi, seperti Veronica ," jelasnya.
Prastowo merinci, hingga Agustus 2020, terdapat 24.926 penerima beasiswa LPDP dan 11.519 telah menjadi alumni. Sebagian besar kembali dan mengabdi di Indonesia.Namun, ada 115 kasus alumni tak kembali, 60 sdh diberi peringatan dan memilih kembali.
"Sisanya, 51 kasus dalam proses pengenaan sanksi, sementara 4 kasus masuk tahapan penagihan, termasuk Veronica. Benderang kan, ini tak ada kaitan dengan politik dan tak perlu dikaitkan dengan pihak manapun. Ini soal komitmen, maka penuhi saja, tanpa perlu playing victim." ujarnya.
BACA JUGA: Dijerat UU ITE, Gilang Fetish Jarik Diperiksa Kejiwaannya
Bila Veronica memiliki masalah hukum atau politik, ia menyarankan agar diselesaikan dengan jalur hukum dan politik. Begitu juga soal sanksi finansial beasiswa LPDP ini.
"Tertib pada aturan dan komitmen yg berlaku, tanpa perlu menebarkan tuduhan yg tak perlu. Ini soal profesionalitas," tegasnya.
Sebelumnya diketahui, Veronica menduga tindakan pemerintah melalui LPDP merupakan bentuk "jegalan" dan kriminalisasi agar ia berhenti berbicara dan mengadvokasi isu HAM di Papua. Selama ini, Veronica memang sering menyuarakan Papua dan juga mengadvokasi isu HAM di sana.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News