Penjahit Berani Lawan Gibran bin Jokowi: Sindiran Bagi yang Kuasa

11 September 2020 07:40

GenPI.co - Di tengah pandemi covid-19, suasana pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 mulai terasa. Setiap daerah yang akan menggelar Pilkada mulai menggeliat, karena setiap pasangan calon mempersiapkan amunisi di masyarakat untuk bisa menang.

Namun, dari sekian daerah yang akan mengadakan gelaran politik, salah satu yang disorot adalah Pilkada Solo atau Surakarta.

BACA JUGA: Partai Baru Amien Rais Siap Meledak, Pengikutnya Bikin Ngeri

Sebab, di kota ini putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang akan berpasangan dengan Teguh Prakosa maju sebagai calon wali kota dan calon wakil wali kota Solo.

Salah satu sorotan datang dari pengamat politik Ujang Komarudin.

Ujang Komarudin menyoroti majunya pasangan calon independen Bagyo Wahyono-FX Suparjo, sebagai lawan pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa.

BACA JUGAKhasiat Ampas Teh Celup Sangat Dahsyat, Wanita Pasti Ketagihan

Bagyo Wahyono punya latar belakang sebagai penjahit. Sedangkan Suparjo merupakan ketua RW. Mereka akan menghadapi anak sulung Presiden Joko Widodo yang berpasangan dengan ketua DPRD Solo.  

"Saya kira (majunya pasangan penjahit-ketua RW) gejala sindiran bagi elite. Sindiran bagi yang punya jabatan. Sindiran bagi yang punya kuasa," ujar Ujang seperti dikutip dari JPNN.com, Kamis (10/9). 

Apalagi menurut dosen di Universitas Al Azhar Indonesia ini bahwa di pilkada Solo hampir semua partai mengusung pasangan Gibran-Teguh.

BACA JUGARutin Makan Telur Asin Ternyata Khasiatnya Sangat Dahsyat!

Hal tersebut dinilai sangat tidak baik bagi perjalanan demokrasi, karena muncul kesan para penguasa memaksakan kehendak. 

"Jadi, kesannya itu, mereka dianggap memaksakan kehendak dengan mendorong keluarganya menjadi calon kepala daerah. Ini sindiran dari rakyat bawah," katanya.

Lebih lanjut direktur eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menilai, majunya pasangan penjahit-ketua RW lewat jalur independen, seperti memperlihatkan, bahwa ketika rakyat berkehendak, maka tidak ada yang bisa menghalangi, walau lewat jalur partai politik pintu sudah tertutup.

"Sekali lagi, saya menilai ini merupakan sindiran dari arus bawah, bahwa rakyat biasa juga bisa menjadi calon wali kota. Ini gejala perlawanan harus rakyat terhadap para peguasa dan elite," katanya. 

Di sisi lain, Ujang juga mengakui sah-sah saja jika kemudian muncul opini pasangan Bagyo-Suparjo hanyalah pasangan boneka.

"Kesannya seperti itu. Bisa iya dan bisa juga tidak. Karena di banyak tempat dan di banyak kasus, calon boneka itu ada dan terjadi. Dalam kasus Solo, kenapa ada kesan calon boneka, karena Gibran memborong partai politik, sehingga tak ada lawan dari calon dari parpol," katanya.

Apalagi menurut Ujang, maju sebagai pasangan calon independen, sangat tidak mudah. Butuh banyak dukungan dari berbagai pihak. 

Sementara Bagyo-Suparjo hanyalah pasangan penjahit dan ketua RW, yang tentu kemampuannya sangat terbatas.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Tommy Ardyan Reporter: Panji

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co