GenPI.co - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun merespons tegas sebuah berita yang menjelaskan jika ada empat kelompok yang dikabarkan akan melakukan kudeta terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, Ketua Umum Brikade '98 Benny Ramadhani membeberkan ada empat kelompok yang akan mengudeta pemerintahan Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Mendadak Pentolan Buruh Meralat Soal Demo Besar-besaran
Empat kelompok itu adalah keluarga besar Cendana, kedua adalah pengusaha hitam yang tersingkir dalam penguasaan ekonomi sejak Jokowi menjabat presiden.
Ketiga, Benny Ramadhani juga menyebut kelompok oligarki, dan keempat organisasi massa (ormas) terlarang di Indonesia yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menanggapi kabar tersebut, Refly Harun pun mengulas tentang apa itu kudeta.
BACA JUGA: Manfaat Pisang untuk Penderita Diabetes Ternyata Dahsyat, Asalkan
"Jangan terlalu mudah bicara tentang kudeta. Karena kalau kudeta itu intinya merebut kekuasaan dengan cara yang inkonstitusional," jelas Refly dalam tayangan YouTube-nya, Jumat (30/10).
Refly Harun juga mencontohkan beberapa peristiwa kudeta, yakni peristiwa G30S/PKI dan peristiwa Madiun 1948.
Menurutnya, apa yang dinamakan kudeta merupakan pemberontakan dalam rangka mengudeta pemerintahan yang sah.
BACA JUGA: Terlahir Penuh Anugerah, Mimpi 5 Zodiak Ini Bakal Jadi Nyata
Refly juga mengatakan jika permintaan penurunan presiden dari jabatannya melalui aspirasi konstitusional, maka tidak layak disebut dengan kudeta.
Tak hanya itu, pakar hukum tata negara ini pun menjelaskan bahwa ada tiga jalur konstitusional untuk bisa mengganti seorang presiden.
"Satu, melalui pemilihan presiden dan itu akan kita tunggu pada 2024, yang pasti pergantian presiden itu akan terjadi," kata Refly Harun.
Lalu jalur kedua adalah pemakzulan atau pemberhentian presiden seperti yang pernah terjadi pada pemerintahan Soekarno dan Gus Dur.
"Dua pemberhentian presiden ini masih dalam rezim undang-undang dasar (UUD) kita yang lama sebelum diamandemen atau diubah," jelas Refly Harun.
"Yang Ketiga pengunduran diri. Kalau pengunduran diri, tidak ada syaratnya. Ya barangkali secara etis cuma kemauan rakyat saja. Tapi mengukur kemauan rakyat itu kan relatif sekali," pungkasnya.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News