Mendadak Komunikolog Top Sebut 'Benci', Ikut Seret Nama Jokowi

05 Maret 2021 14:33

GenPI.co - Pernyataan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) saat ini tengah heboh di kalangan masyarakat, kala dia menggaungkan cintai produk dalam negeri dan 'benci' produk luar.  

Kata 'benci' ini yang menjadi sorotan. Menanggapi hal itu, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing mengatakan, dari sudut ilmu komunikasi khususnya perspektif pemaknaan simbol, diksi "benci" pada ucapan Jokowi dapat dimaknai dari dua sudut.

BACA JUGA: Bukan Moeldoko, Ternyata Ferdinand Jagokan Ridwan Kamil Ganti AHY

"Sudut diksi 'benci' dimaknai agar tidak menyukai atau menjauhi dan tidak menggunakan produk luar negeri" ucap Emrus dalam keterangannya, Jumat (5/3/2021).

Lebih lanjut, menurutnya, pemaknaan kata 'benci' tersebut hanya dilihat berdasarkan rangkaian huruf yang membentuk kata itu sendiri. Jadi, kata "benci" dimaknai dengan menggunakan kaca mata kuda atau linear.

Dia mencontohkan dengan menggunakan diksi 'dilihat'. Dari aspek makna denotatif, "dilihat" itu sebagai kata pasif dari tindakan memandang atau melihat dari kata dasar lihat.

Padahal, diksi 'dilihat' dalam alinea ketiga tersebut bermakna 'merujuk'. Oleh karena itu, untuk menangkap hakekat makna dari suatu kata, beberapa simbol harus holistik.

Sudut kedua, menurutnya, konotatif atau makna mendalam (paripurna). Makna diksi 'benci' harus dilihat dari keseluruhan susunan kata sebelum dan sesudah munculnya kata itu sendiri.

Selain itu, juga harus kontekstul serta mengkorelasikan dengan seluruh simbol non-verbal yang menyertai diksi "benci" itu sendiri.

"Misalnya, intonasi suara dan ekspresi wajah Jokowi saat itu. Bahkan, termasuk pandangan beberapa pembantu Jokowi yang menyusul berikutnya, utamanya respon dari Menteri Perdagangan yang mengatakan, mengaku salah," jelasnya.

Merujuk pada rangkaian kata sebelum dan sesudah diksi 'benci' dan seluruh rangkaian simbol non-verbal yang menyertai dari sudut konotatif. Diksi "benci" dapat dimaknai menomorduakan produk luar dari pada dalam negeri.

Dengan kata lain, kalau barang atau jasa belum tersedia di Indonesia, barulah bisa dapat membelinya dari luar negeri. Saat ini yang tersedia dari luar negeri adalah vaksin Covid-19.

"Saya menghimbau, kita sebagai warga negara agar lebih menangkap makna holistik (tersirat) dari sebuah narasi daripada makna harafiah. Dengan demikian, ruang publik menjadi lebih tercerahkan," terang Emrus.

BACA JUGA: Hasil KLB Demokrat Terungkap! Moeldoko Bakal Gantikan AHY

Dia menyarankan agar juru bicara kepresidenan dapat segera merespon dengan menyampaikan narasi pemaknaan konotatif dari diksi "benci", agar publik tercerahkan dari pandangan yang berbasis pemaknaan denotatif linear itu.

"Sayangnya, sampai saat ini, para Jubir belum menyampaikan pendapat sejenis itu. Mengapa? Boleh jadi, saya berhipotesa, karena para jubir bukan dari ilmuan komunikasi (Komunikolog)," tuturnya.(*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co