Dibanding Demokrat, Partai ini Lebih Babak Belur oleh Perpecahan

23 Maret 2021 01:20

GenPI.co - Politisi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily memaparkan bahwa perpecahan di dalam tubuh partai politik adalah sebuah keniscayaan. 

Perpecahan itu, menurut Ace, bahkan sudah beberapa kali dialami oleh Golkar.

BACA JUGA: Kubu KLB Ungkit Sertifikat Kantor DPP, Loyalis AHY Ngeles Begini

Ace mengatakan bahwa partai politik merupakan wadah untuk mengelola konflik dan kepentingan yang ada di masyarakat.

“Asalnya partai politik itu memang konflik dari kepentingan yang dikelola dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan bersama,” ungkapnya dalam diskusi daring Formappi, belum lama ini.

Menurut Ace, kelembagaan partai politik di Indonesia baru berjalan secara demokratis pada reformasi 1998.

“Reformasi kelembagaan partai politik merupakan esensi dari perjuangan itu. Di Partai Golkar sendiri juga dulu tidak ingin disebut sebagai partai politik, kan,” paparnya.

Wakil ketua Komisi VIII DPR RI itu mengungkapkan bahwa kali pertama Partai Golkar mengalami perpecahan adalah saat perselisihan antara kubu Akbar Tanjung dan pihak Edi Sudrajat dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 1998.

“Akhirnya Pak Edi mendirikan partai baru, yaitu PKPI. Itu embrio dari perpecahan di tubuh Partai Golkar,” katanya.

Lalu, pada 2014 Partai Golkar terbelah kembali untuk sekian kalinya. Kala itu, kubu Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie mendukung pasangan calon Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengambil salah satu kader Partai Golkar, Jusuf Kalla, sebagai Wakil Presiden.

BACA JUGA: Nih Dampak Positif Jika KLB Deli Serdang Disetujui Kemenkum HAM

“Akibatnya, dukungan kepada pemerintahan Jokowi-JK saat itu juga terbelah sampai terjadi dualisme di tubuh Partai Golkar. Kala itu, ada Munas Ancol dan Munas Bali,” ungkapnya.

Ace memaparkan bahwa Partai Golkar saat itu berkonflik sampai hampir dua tahun hingga akhirnya mampu menemukan titik kompromi.

“Di dalam partai politik tentu tak bisa dihindarkan dari faksionalisasi. Namun, penyelesaiannya hanya bisa dilakukan jika kader partai bisa melakukan negosiasi dan kompromi. Itu kalau kader partai ingin menguatkan partainya,” tuturnya.(*)

BAC A JUGA: Gawat, Risiko Besar Menanti Jika Demokrat Kubu Moeldoko Diakui

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERPOPULER

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co