GenPI.co - Moeldoko gagal mendongkel Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat (PD) dengan cara kongres luar biasa (KLB).
Kini, nasib Moeldoko mulai dipertaruhkan. Pasalnya, desakan mundur dari jabatannya sebagai kepala kantor staf presiden (KSP) makin santer terdengar.
BACA JUGA: Pentolan Kubu Moeldoko Mengakui Kalah, AHY Harus Siap-Siap Ini
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, menolak pengesahan kepengurusan Partai Demokrat (PD) hasil KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).
Kini, banyak tokoh politik dan pengamat yang meminta Moeldoko mundur dari jabatan Kepala KSP.
Salah satunya datang dari Partai NasDem yang menilai Moeldoko perlu untuk mundur dari jabatan Kepala KSP, karena terlibat polemik KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali, menurutnya, hal itu perlu dilakukan, karena ia tidak ingin Presiden Joko Widodo (Jokowi) terseret dalam kasus internal Partai Demokrat.
BACA JUGA: Taktik Maut Moeldoko Tak Direstui Jokowi, Akibatnya Ini...
"Sejak awal saya sudah menyarankan itu (Moeldoko mundur dari jabatan KSP) karena kita tidak mau presiden terseret-seret dalam polemik internal Demokrat," jelas Ahmad Ali kepada wartawan, Kamis (1/4).
Ahmad Ali pun membeberkan, Moeldoko perlu mundur dari jabatan Kepala KSP agar bisa fokus mengurusi urusan internal Partai Demokrat.
Pasalnya, ia juga menilai polemik Partai Demokrat masih belum berakhir.
"Karena saya yakin polemik ini akan semakin berkepanjangan," ungkap Ahmad Ali.
Permintaan serupa juga diungkapkan pakar komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio.
"Keputusan Yasonna ini menurut saya membuat Pak Moeldoko tidak memiliki pilihan lain selain mengundurkan diri sebagai kepala KSP," kata Hendri Satrio, kepada wartawan, Rabu (31/3/2021).
Menurut Hendri Satrio, Moeldoko harus mundur dari KSP demi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Karena bila beliau (Moeldoko) tidak mengundurkan diri, ini akan menjadi beban tersendiri buat Jokowi, sebagai orang terdekat yang memimpin kantor kepresidenan, staf kepresidenan," jelasnya.
Hendri Satrio blak-blakan menyebut Moeldoko gegabah ketika menerima pinangan sebagai Ketum dari sebagian kader PD. Dia terlihat tidak mengerti peta perpolitikan nasional.
"Karena harusnya kan presiden dikelilingi oleh orang-orang yang cakap, yang mengerti kondisi negara, yang mengerti situasi politik secara lebih universal dengan umbrella view yang hebat," ungkap Hendri Satrio.
"Jadi tidak ada pilihan lain bagi Pak Moeldoko untuk mengundurkan diri, sebelum diminta mundur. Harusnya, demi Indonesia, katanya kan Pak Moeldoko bicara selalu begitu demi Indonesia, demi presiden, memang seharusnya beliau mengundurkan diri," lanjutnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mendadak meminta semua pihak berhenti mengaitkan urusan Partai Demokrat dengan jabatan Moeldoko sebagai Kepala KSP.
Ali Ngabalin blak-blakan membela Moeldoko yang saat ini didesak mundur setelah KLB Partai Demokrat ditolak pemerintah.
"Saya mau bilang supaya berhentilah menyebut KSP Moeldoko, KSP Moeldoko, harus berhenti Pak SBY maupun siapa pun Demokrat itu harus berhenti, karena tidak ada kewenangan untuk bisa menyebutkan KSP Moeldoko itu," kata Ali Ngabalin kepada wartawan, Kamis (1/4).
Tak hanya itu, Ali Ngabalin bahkan mengatakan pihaknya gerah mendengar hal tersebut.
"Sekali lagi, karena pasti sebagai orang dari KSP lama-lama kita bisa melakukan perlawanan, jangan menyebut KSP Moeldoko, KSP Moeldoko, tidak ada hubungannya KSP dengan Pak Moeldoko," tegas Ali Ngabalin..
Menurut Ali Ngabalin, bahwa siapa pun boleh mengeluarkan pendapat. Namun, keputusan mengundurkan diri ada di tangan Moeldoko.
"Siapa saja boleh berteriak, dia mau minta Pak Moeldoko mundur, dia mau bilang kepada presiden memberhentikan Pak Moeldoko terserah dia, tapi ingat budaya kita ini jangan dipakai budaya pengecut, nggak usah pengecut. Tidak boleh membiasakan diri desak mendesak itu nggak boleh, karena ini kan prosesnya nyata terbuka dan transparan," bebernya.
Ali Ngabalin pun membeber, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki penilaian sendiri.
Menurutnya, Presiden memiliki hak untuk mengangkat atau memberhentikan pembantunya, termasuk Moeldoko.
"Ini biarlah nanti presiden yang memberikan penilaian, dan presiden kan punya regulasi mengangkat dan memberhentikan para pembantu beliau, begitu juga Pak Moeldoko nggak usah didesak-desak, Pak Moeldoko itu bukan anak anak, karena itulah, maka biarlah nanti beliau (presiden) yang ini," jelas Ali Ngabalin.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News