GenPI.co - Event Budaya Hamerti Kitri dalam memperingati Nyadran Suran, masih membekas di benak warga di dusun Pucung Pandak, desa Sidorejo, kecamatan Selomerto Wonosobo. Salah satunya adalah prosesi Nugroho Sapto Tirta Aji ini.
Berlangsung pada Sabtu (14/9) yang adalah hari ketiga gelaran Hamerti Kitri, prosesi ini melibatkan proses pengambilan air dari tujuh mata air yang berada di sekitar dusun Pucung Pandak. Diselanggarakan pada pukul 08.00 WIB, para petugas mata air Madinan, Depok Kidul, Plencing Wetan, Plencing Kulon, Genggong, Pontong dan Kali Kidul.
Baca juga:
Keunikan Hamerti Kitri, dari Jenthik Manis Hingga Ngalap Berkah
Peringati Suran, Pucung Pandak Gelar Hamerti Kitri
Mereka menggunakan pakaian Jawa secara hikmat mengambil air menggunakan kokok. Kokok adalah tempat air yang terbuat dari bambu, biasanya hanya sepanjang dua ruas dan dilengkapi dengan carangan sebagai alat untuk menjinjing. Kokok digunakan warga Pucung Pandak pada zaman dahulu untuk mengambil air di sumber mata air.
Pengambilan air di salah satu mata air dalam rangkaian prosesi Hamerti Kitri. (Foto: Wening/GenPI.co)
Setelah prosesi pengambilan air, para petugas, sesepuh dan warga melaksanakan kirab dan pencampuran tujuh mata air tersebut. Air tersebut dibagikan pada warga pada saat puncak acara Hamerti Kitri di keesokan harinya.
Prosesi ini ini mengandung sebuah makna yang dalam. Diharapkan, warga dusun agar bisa selalu menjaga serta melestarikan air sebagai sumber kehidupan.
Beranjak siang, diadakan prosesi Kurban Silih sebagai bentuk syukur yang diwujudkan dalam bentuk hewan kurban yaitu kambing. Menurut Ratno Khotibul Umam, pemuka agama setempat, kurban silih ini sudah turun-temurun dilaksanakan.
“Dengan Kurban silih itu, maka segala mara bahaya dan pagebluk diharapkan dialihkan ke hewan kurban tersebut. Sorenya, kepala hewan kurban dikubur di tengah desa, dan empat kakinya dikubur di batas desa. Sementara itu daging kurban akan dimasak dan dibagikan pada warga”, tutur Umam.
Acara terus berlanjut hingga malam yakni sarasehan budaya bersama warga dan sesepuh dengan budayawan Wonosobo Haqqi Al Anshari sebagai moderator. Sarasehan budaya yang dilaksanakan ini adalah bentuk dari proses tumbuh dan sebagai pengingat kepada Eyang Buyut Pandak, pendiri Dusun Pucung Pandak.
Haqqi Al Ashari memoderatori acara Sarasehan Budaya di Hamerti Kitri. (Foto: Wening/GenPI.co)
Edi Tri Santoso, ketua panitia Hamerti Kitri mengungkapkan bahwa ada tiga tema yang diangkat dalam sarasehan budaya ini, Ada pitutur Eyang Buyut Pandak, Jenthik Manis Pucung pandak dan Hamerti Kitri.
“Harapannya, warga masyarakat Pucung Pandak bisa lebih mengenal dusunnya sendiri, semakin bisa mencintai Tuhan Sang Pencipta, leluhur, alam ciptaan dan juga semuanya”, ungkap Edi.
Sarasehan ini diselenggarakan secara istimewa. Pasalnya, disajikannya nasi tiga macam untuk para warga dan tamu undangan. Dalam satu piring, dihidangkan nasi jagung, nasi leye, dan nasi megono, lengkap dengan sayur urap, sambal urap dan ikan asin, dan juga tempe bacem. Semuanya menikmati dan hanyut dalam kehangatan, kebersamaan dan kesederhanaan.
Acara dengan tema “Hamemayu Hayuning Bawana, Karyenak Tyasing Sesami” pada hari ketiga diakhiri dengan prosesi Sesaji Pajak Bumi dan Malam Tirakatan. Sesaji Pajak Bumi adalah bentuk wujud syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat dalam bentuk “tetukulan” bumi, atau hasil bumi seperti padi, singkong, ketela, sayuran dan sebagainya
Video populer saat ini:
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News