Letaknya tidak jauh dari waduk Kedung Ombo, yang dibangun di zaman Presiden Soeharto. Berkat waduk itu, Grobogan yang dulunya miskin dan gersang menjadi salah satu lumbung pangan di Jateng.
Dari Surabaya saya naik mobil ke desa itu. Lewat jalan tol ke arah Solo. Saya keluar tol di exit Sragen. Ke arah utara. Lewat pedesaan dan hutan jati. Sejauh 2 jam.
Dua minggu sebelum pergelaran itu Romo Warji dan Ki Dalang Hardono memang ke rumah saya: menjelaskan apa itu wayang hakikat.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Tragedi Kanjuruhan: Dawet Nawi
Inilah pergelaran wayang kulit yang setting-nya sensitif: pergolakan antara kelompok fikih dan kelompok sufi di zaman walisongo. Antara laku sare'at dan hakikat.
Lakon pergelaran malam itu: Banjaran Syekh Siti Jenar. Anda sudah tahu: Siti Jenar akhirnya mati akibat mempertahankan pengajarannya. Pendapat yang berkembang: ia dibunuh. Dianggap mengajarkan satu aliran agama yang sesat.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Kapolda Jatim: Madura Minahasa
Dari lakon yang dipilih saja sudah kelihatan sangat menarik. Saya ingin menilai bagaimana ketika lakon itu dimainkan dalam sebuah pergelaran wayang kulit.
Bahwa wayang ini disebut wayang hakikat karena setting-nya mengenai ajaran sangkan paraning dumadi dan manunggaling kawulo lan gusti. Yakni hakikat hidup itu seperti apa. Dari mana datangnya hidup dan ke mana tujuannya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Tragedi Kanjuruhan: Horeeee FIFA
Maka saya bertekad malam itu akan melanggar disiplin: tidak tidur sampai lewat tengah malam. Sekalian ingin tahu seberapa pintar dalang Hardono memainkan wayangnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News