"Tanam bawang," jawabnya.
"Bawang merah?"
"Daun bawang. Yang kami panen daunnya. Dijual ke pedagang. Dibawa ke luar daerah," jawabnya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal PT LIB: Saham Sedekah
Meski kerja di ladang, kulitnya tidak lebih hitam dan rambutnya tidak lebih lurus. Wajahnya tetap wajah cendekia seperti umumnya orang Papua dari Wamena.
Bicaranya lirih, tutur katanya lembut, tangannya terus seperti ngapurancang dan sesekali tersenyum. Ia lebih lembut dari orang Jawa masa kini.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Demo Aremania: Kongres Dawet
Tanah 1 hektare itu digarap sendirian tanpa alat mekanis seperti traktor. Ups, tidak sendirian. Ia dibantu sejumlah orang di kampungnya. Dibantu. Bantu tenaga. Untuk mencangkul.
Bentuk cangkul di Wamena seperti skop. Gagangnya panjang sekali. Mereka mencangkul sambil berdiri tegak. Skopnya yang dihunjamkan ke tanah. Lalu diungkit.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Sejarah Semen Padang: Semen Drum
Setiap tiba saatnya mengolah tanah pemuda Disway ini keliling ke rumah-rumah tetangga. Ia minta bantuan tenaga untuk mencangkul. Saat itu juga tetangga menjawab: bisa atau tidak. Umumnya bisa.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News