
Pun ketika tiba di Jeddah ia belum bisa bahasa Arab. Juga hanya punya uang Rp 15.000 di kantongnya. "Saya dijemput taksi di Bandara. Taksi dari calon majikan," katanya.
Sepanjang perjalanan Saridi hanya diam. Ia menahan haus luar biasa. Hari itu menjelang salat Jumat. Saridi dibawa mampir masjid. Begitu turun di halaman masjid Saridi langsung lari ke tempat wudu. Ia buka kran. Ia minum sepuasnya dari kran itu. "Saya hidup lagi," katanya mengenang batinnya saat itu.
Saridi pun tiba di rumah majikan. Tiga lantai. Sepi. Ia dapat kamar di dekat garasi. Ada mobil jenis CR-V di situ. Mobil itu harus ia mandikan setiap hari. Dengan mobil itu ia harus mengantar majikan ke mana saja.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Sri Mulyani dan PPATK: Heboh 300 T
Seminggu di rumah itu Saridi heran: kok tidak pernah diminta mengantar juragan. Mobil itu juga tidak pernah jalan. Tapi ia terus membersihkannya tiap pagi.
Belakangan Saridi tahu juragannya seorang wanita tua. Sendirian. Belum pernah kawin. Tinggal di lantai 2.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Bank Credit Suisse: Bencana Khudairy
Di lantai 3 tinggal seorang TKW asal Yogyakarta. Tapi Saridi tidak pernah bertemu TKW itu, apalagi juragannya.
Ketika datang di rumah itu, Saridi diberi uang 200 riyal. Untuk makan. Dua minggu kemudian uang itu habis. Ia tidak tahu harus bagaimana. Tapi ia tahu cara berbicara dengan juragannya: pakai intercom.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Mohammed bin Salman: Riyadh Muda
Maka atas saran temannya sesama TKI asal Madura, Saridi harus berani menghubungi majikan. Agar tidak mati kelaparan. "Bilang saja mafi fulus," ujar temannya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News