Catatan Dahlan Iskan soal Safari Ramadan: Sirna Rasa

Catatan Dahlan Iskan soal Safari Ramadan: Sirna Rasa - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com/GenPI.co

Di situ sudah ada bandara kecil: Nusa Wiru. Tapi tidak ada penerbangan berjadwal. Tentu juga ada bandara rumput milik Bu Susi yang khusus untuk Susi Air pulang kandang.

Di Pangandaran kali ini saya naik ke atas sebuah bukit terjal. Di pinggir laut. Teman-teman mengingatkan: jangan memilih jalan pintas begitu. Tidak ada jalan. Pun yang setapak. Kan ada jalan memutar. Menanjak tapi ada jalannya, meski rusak berat.

"Belum ada orang ke bukit itu lewat potong kompas seperti itu," kata mereka.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Donald Trump: Salam Karma

"Kita coba," kata saya.

Saya pun mendaki tebing itu. Yang lain ikut. Terpaksa. Termasuk para ustad dari Pesantren Sabilil Muttaqin. Pesantren ini hanya 10 menit dari bukit itu. Mas Yanto, bos Radar Cirebon yang juga direktur Disway ikut meski hanya bersandal.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Safari Ramadan: Kambing Gemuk

Kang Dadan, direktur Radar Tasik di depan saya. Kang Sahidin cari tongkat kayu untuk menarik saya dari atas. Dapat sepertiga dakian, Ustad Sahal menyarankan saya mokel.

Mereka mengkhawatirkan umur saya. Saya juga mencoba tidak bergantung ke tongkat Kang Sahidin. Saya pegangan rumput rimbun di atas kepala saya. Saya jadikan rumpun rumput itu penarik badan saya. Rumput itu tercerabut.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Dalang: Anshor Laris

Tongkat Kang Sahidin pun sangat bermanfaat. Istri and the gang sudah tidak bisa memonitor dari bawah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya