Catatan Dahlan Iskan: Mulus Pegasus

Catatan Dahlan Iskan: Mulus Pegasus - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

''Oh, ini proyek yang saya lihat tadi pagi. Dari atas justru kelihatan lebih jelas,'' kata saya dalam hati. 

Jam 06.00 pagi-pagi saya memang minta diantar ke situ. Saya ingin tahu: mengapa pelabuhan itu lama sekali tidak beroperasi. Jalan dari kota Sangatta sudah dibangun. Konstruksinya beton. Jalan kembar. Panjangnya sekitar 15 km. Sudah jadi. Dari atas juga terlihat kelokannya. Tapi ada masalah tanah di ujungnya. Saya diantar sampai mentok di ujung jalan itu. Tidak bisa sampai dermaga. Sedang dicor.

Saya pun pindah arah: ke pelabuhan ikan. Pelabuhan lama. Lalu cepat-cepat balik ke kota: jadwal wisuda sudah tiba. Saya diminta pidato yang pertama.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Minus Dua

Kalau pelabuhan sepi itu sudah beroperasi beban jalan poros Samarinda-Sangatta bisa lebih ringan. Barang-barang dari Surabaya/Balikpapan/Banjarmasin ke Sangatta bisa lewat pelabuhan itu. Rakyat di sana selalu mengeluhkan jalan poros itu. Lebih sering berlubangnya daripada mulusnya.

Setelah pesawat melewati dermaga sunyi itu tidak ada lagi yang bisa dilaporkan ke Anda. Pantai kosong. Pantai berlumpur. 

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Tahija Wolbachia

Di menit ke 15 barulah tampak pelabuhan besar. Lengkap dengan tanki-tanki raksasa: warna putih metal. Juga bangunan pabrik besar-besar. Saya masih menebak-nebak. Proyek apa itu. Teman di sebelah saya tertidur. Telinganya disumpal peredam suara. Semua penumpang memang diberi penyumpal lubang telinga. Tidak ada yang saling bicara.

''Oh...saya tahu: ini pabrik Pupuk Kaltim,'' kata saya dalam hati. Lalu saya reka-reka: mana yang tanki amoniak dan mana tanki bahan baku lainnya. 

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Nobel Robin

Terlihat juga pelabuhannya yang besar. Pabrik pupuk ini raksasa –pun dilihat dari udara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya