Catatan Dahlan Iskan: Mimi Tjong

Catatan Dahlan Iskan: Mimi Tjong - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

Robert Njoo yang memerintahkan saya ke bihun bebek ini. ''Jangan lupa minta tambah kuah. Juga remah bawang putih gorengnya yang banyak,'' pesan Njoo sejak seminggu sebelumnya.

Memang enak sekali. Nilainya 9. Ingin sekali tambah satu mangkuk tapi takut kembali tembem. 

Saya pun ingat istri. Ingin membawakannya oleh-oleh bihun bebek. Nicky pun memesan dua porsi untuk dibungkus. Tidak dilayani. Aneh. Resto lain mimpi dapat pembeli. Bihun bebek Medan menolak pesanan take away.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Ompung Joglo

Tidak aneh. Ia ingin menjaga rasa. Tidak ingin membuat konsumen kecewa. Bisa saja sampai di Surabaya rasanya berubah. Tekstur bihunnya sudah berbeda. Beda jam beda rasa.

Apalagi sampai dibawa naik pesawat tiga jam. Bisa juga daging mentoknya sudah jadi rasa daging bebek. Pun kerenyahan remah bawang putih gorengnya pasti sudah berubah.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Batu Ampar

Semua harus just right. Rasa adalah perpaduan banyak hal yang harus tepat perpaduannya.

Sambil menunggu pesawat, saya ke Rumah Tjong Afie. Sebetulnya ini juga trik saja. Untuk menunggu resto Pondok Gurih buka: ingin makan kepala ikan campur gule daun singkong. Njoo juga yang memaksanya.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Mimpi Sungai

Saya pernah ke rumah Tjong Afie. Lama sekali lalu. Kali ini saya punya waktu dua jam. Saya dengar masih ada satu cucu Tjong Afie yang tinggal di rumah itu. Ingin sekali bertemu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya