Catatan Dahlan Iskan: Jembatan Butuh

Catatan Dahlan Iskan: Jembatan Butuh - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

Ageng, Anda sudah tahu. Ketika Anda berusia 64 tahun maka hari kelahiran Anda dan weton pasaran Anda persis sama saat Anda dilahirkan.

Sebenarnya tiap 8 tahun hari dan weton juga bertemu. Tapi di umur 64 tahun itulah terjadi pertemuan ke delapan kalinya. Delapan tahun delapan kali. Karena itu disebut ageng.

Perayaan Tumbuk Ageng seperti itu jarang dilakukan oleh orang Jawa masa kini. Saya pun lupa ketika usia menginjak 64 tahun. Pikiran saya saat itu lagi serius ke penyakit kanker di hati.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Antam: Utang Emas

Wahyu sendiri menjadi koordinator salah satu kegiatan di halaman UGM itu. Khususnya di kegiatan Pasar Kangen. Itulah pasar yang buka di situ setahun sekali.

Tepat di acara ulang tahun UGM. Selama dua hari. Sabtu dan Minggu. Bersamaan dengan acara lainnya: kirab dan supermarathon –lari 64 km.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan soal Debat Capres-Cawapres: Gatal Garuk

Di Pasar Kangen semua kios harus bertiang bambu. Atapnya harus daun rumbia. Wahyu punya anggota tim yang spesialisasinya menyediakan kios jenis itu. Terlihat lebih seni. Bukan seperti lapak-lapak kaki lima.

Nama-nama kiosnya pun ''liar''. Ada dawet Jembut –akronim dari Jembatan Butuh. Dawet itu biasa mangkal di dekat jembatan Butuh di kabupaten Purworejo.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Emas Nico

Pemakaian kata jembut dan butuh sebenarnya agak keterlaluan, karena di Kalimantan ''butuh'' berarti kemaluan laki-laki.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya