Catatan Dahlan Iskan: Kafe Kaifa

Catatan Dahlan Iskan: Kafe Kaifa - GenPI.co
Dahlan Iskan. Foto: Disway

Setelah membeli roti pratta saya bawa bungkusan itu ke sisi kiri jalan. Di situlah meja kursi ditata. Masing-masing meja untuk empat orang. Tapi kursinya sudah ditarik sana-sini. Toh banyak meja yang hanya untuk makan dua orang.

Lebih ke sana lagi meja kursinya lebih banyak. Juga tidak lagi berjajar. Sudah seperti di kafe-kafe open air di Eropa --minus bir, wine, dan minuman yang lebih keras.

Di sebelah area meja kursi inilah dibangun bistro-bistro yang lebih besar. Tanpa meja kursi. Lebih banyak jenis makanan di kelompok bistro ini.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Madinah Kafe

Beli makanannya di dalam. Makannya di meja kursi yang banyak itu. Sambil memandang langit. Atau memandang menara Masjid Nabawi di kejauhan sana. Atau makanan dibawa pulang. 

Kami pun duduk-duduk di situ. Langit di timur pun mulai memerah. Terang. Tanpa pohon. Gunung-gunung batu mulai terlihat seperti akan saling berebut wibawa. 

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Pelabuhan Perpisahan

Dari Kafe Kaifa ini terlihat gunung batu tetap yang jadi penguasa Madinah. Sebelum maupun sesudah Pemilu di Indonesia. Heran, di Madinah, yang posisinya di utara Kakbah, matahari juga terbit dari timur.

"Gunung-gunung batu itu sebentar lagi pasti akan dihancurkan. Untuk perluasan Madinah," ujar Mas Bajuri.

BACA JUGA:  Catatan Dahlan Iskan: Boyamin Gojek

"Jangan," tukas saya. Cukuplah Madinah seluas sekarang. Kalau pun melebar jangan menghancurkan pegunungan batu itu. Kelak gunung itu akan jadi kekayaan alam yang tidak bisa dibeli.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya