Eko Nuryono: Dari Perubahan Perilaku Hingga Foto Instagenic

Eko Nuryono: Dari Perubahan Perilaku Hingga Foto Instagenic - GenPI.co
Eko Nuryono, kedua dari kanan. (Foto: Gilang Sonar)

Di masa lalu, kita menggunakan komputer dengan monitor tabung yang gemuk. Era berganti dimana bemunculan laptop dengan desain yang lebih slim,  sementara kita yang semakin gemuk. Begitu  kelakar Eko Nuryono, salah seorang pembicara dalam sesi diskusi pada hari kedua Rakornas Kemenpar I di Bali (23/3). “Era digital saat ini secara radikal telah merubah perilaku kita. Salah satu dampaknya adalah terjadinya revolusi visual,” jelasnya.

Lebih lanjut dedengkot GenPI Jogja ini memaparkan, jaman old foto-foto hanya dapat dihasilkan secara analog. Foto-foto kita dahulu belum mendapat tempat di ranah publik,  biasanya hanya berakhir dalam album foto dan hanya bisa dinikmati oleh keluarga dan orang terdekat.

Di era sekarang, lain lagi faktanya. Semua ponsel jaman now dilengkapi fasilitas kamera yang mumpuni. Foto-foto yang kita hasilkan, mulai dari sekedar foto selfie hingga hingga foto tempat-tempat yang kita kunjungi, telah mendapat panggung baru bernama media sosial. “Tadi malam saya riset kecil-kecilan di instragram. Jumlah foto-foto dengan hastag ‘selfie’ yang diunggah ke media sosial itu sebanyak 337  juta lebih, ini membuktikan terjadinya revolusi visual itu,” Eko menerangkan.

Kecenderungan generasi jaman now untuk memanfaatkan medsos sebagai panggung visual mereka dapat bemanfaat untuk mengenalkan kepada dunia spot-spot wisata yang unik. Namun Eko menyayangkan, hal tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mempromosikan tempat-tempat wisata instagenic yang banyak sekali di Indonesia. “Kita kerap bangga kalau sudah befoto dibawah patung Merlion yang menjadi ikon Singapura. Kita sudah merasa keren jika latar foto kita adalah obyek-obyek wisata luar negeri. Padahal, tempat-tempat tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan eksotisme wisata yang dimiliki Indonesia,” katanya.

Ia mencontohkan beberapa tempat di Jogja yang telah menjadi spot-spot instagenic. salah satunya adalah Mangunan, sebuah spot instagenic yang selalu ramai saat pagi. Mereka yang mengunjungi tempat itu bahkan rela datang sebelum subuh agar dapat dapat menikmati hamparan kabut yang serupa kapas membumbung di atas areal kebun buah Mangunan. “Nggak seperti di luar negeri yang harus berjalan berjam-jam agar bisa menyaksikan fenomena semacam itu, di Jogja kamu hanya perlu 30 menit saja,” ujarnya.

Spot-spot instagenic lainnya antara lain, Raja Ampat, Taman Laut Wakatobi, dan Pulau Padar di Taman Nasional Komodo. Tempat-tempat tersebut, ujar Eko, adalah potensi besar negeri ini untuk mendatangkan banyak wisatawan dari luar negeri.

Dengan prinsip ‘more digital, more global’, Eko lantas mengajak para generasi jaman now memanfaatkan ponsel mereka berburu spot-spot instagenic di daerah masing-masing sekaligus mempromosikannya platform medsos yang ada. Ia meyakini, masing-masing daerah di seluruh negeri ini memiliki spot-spot instagenic yang layak untuk jadi destinasi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Namun ia mengingatkan agar setiap daerah tidak saling bersaing dalam mempromosikan destinasi wisata masing-masing. “Lawan kita bukan sesama kita sendiri, tapi tempat-tempat wisata di luar negeri. Salam gasss,” imbuhnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya