
"Calon ketua Dewan Pers haruslah seorang tokoh yang sudah di kelas Langitan," kata saya.
Waktu itu istilah ''Langitan'' lagi top berkat Gus Dur: ada istilah baru ''Kiai Langitan''. Itu untuk membedakan kelas-kelas dalam kekiaian.
Ada kiai yang pesantrennya besar, ternama, tapi kualitas kiainya belum Langitan. Ada lagi kiai terkenal tapi tidak langitan karena terlalu berpolitik.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Piring Kembar
Maka ketua Dewan Pers haruslah seorang intelektual terkemuka. Bukan sekadar bergelar doktor atau master. Sang calon juga punya komitmen terhadap kebebasan pers.
Ia/dia harus pendukung demokrasi. Bijak. Independen. Berwibawa di depan masyarakat pers. Juga punya latar belakang sebagai orang pergerakan.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Pakan eGibran
"Saya tidak mencalonkan karena merasa belum di kelas itu," kata saya waktu itu.
Keriuhan ruang rapat pun reda. Tidak ada lagi yang rebutan jabatan itu. Bahkan tidak ada yang mau lagi mencalonkan diri.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Salah Benar
Akhirnya rapat memutuskan: memilih Atmakusumah Astraatmadja sebagai ketua Dewan Pers pertama. Ia senior. Mantan pemred Harian Indonesia Raya-nya Mochtar Lubis.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News