GenPI.co 
Jarum jam sudah di angka 10. Hari sudah beranjak malam. Biasanya, kawasan lapangan Ororusa, Nias Selatan sudah sepi. Semua sudah pergi tidur. Namun tidak pada Jumat (16/11) malam. Suasana hingar bingar manusia menyemut di lokasi itu. Mereka menikmati lantunan melodi dari gitar, aramba dan keyboard yang mendendangkan lagu Maola.
Maola adalah lagu yang kerap diperdengarkan pada acara-acara besar. Lagu yang disiapkan khusus untuk menyambut tamu oleh tuan rumah ketika ada pesta adat. Ya, hari Jumat malam itu memang momen spesial untuk masyarakat Nias. Sebab, itu adalah pembuka dari rangkaian acara pada Ya'ahowu Nias Festival 2018.
Festival tahunan masyarakat Nia situ memang baru digulirkan secara resmi pada Sabtu (17/11) petang. Namun suasana sudah panas sejak sehari sebelumnya. Ada karnaval budaya yang ditampilkan. Salah satunya adalah tarian Maena.
Baca juga: Ya'ahowu Nias festival Diawali dengan Karnaval Budaya
Tarian Maena adalah satu dari banyak buah-buah kearifan lokal masyarakat yang menempati pulau di sisi barat Pulau Sumatera itu. Tarian khas itu ditampilkan oleh 40 orang pria dan wanita dengan pakaian khas Nias. Para wanita mengenakan pakaian dengan dominasi warna merah, sementara baju berwarna hitam dikenakan oleh keompok pria.
"Gerakan pada tari ini cukup sederhana, sehingga tidak memerlukan latihan khusus untuk melakukannya," ujar Fany Rani, salah satu penari Tarian Maena kepada GenPI.co sesaat setelah pertunjukan berakhir.
Gerakan tersebut, lanjut Fany, meliputi gerakan tangan dan kaki yang digerakan seirama maju mundur, lalu ke kiri juga ke kanan. Sambil menari, para penari melantunkan syair lagu yang diiringi oleh alunan musik.
Bagi masyarakat Nias, tarian Maena memiliki filosofi yang dalam. Tarian tersebut menggambarkan persatuan yang erat di antara mereka. Juga menyiratkan sukacita yang besar dalam menjalani hidup. Hal tersebut dilambangkan dari gerakan yang kompak dan dilakukan bersama-sama.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
