
----0----
“Sin, aku datang sesuai dengan permintaanmu semalam. Semoga ini bisa meyakinkanmu bahwa apa yang menjadi keputusanku adalah memang yang terbaik untuk kita berdua. Untukku dan untukmu. Bahkan untuk semuanya”.
“Jika memang ada luka yang tak bisa disembuhkan, maka kita sama-sama tahu bahwa luka itu adalah perpisahan kita, Sin. Sungguh. Tak perlu kuuraikan panjang lebar pun kau tahu bahwa kau satu-satunya orang yang bisa membuatku jatuh cinta. Bahkan sampai saat ini”.
“Tapi… jalan kita sekarang memang terlalu berbeda, Sin. Dengan cara apapun, itu adalah salah. Salah bagimu, apalagi bagiku. Jurang perbedaan antara kita sekarang terlalu menganga, Sin. Pahamilah. Bantu aku untuk ikhlas dengan semua ini”.
BACA JUGA: Para Anjing ini Menjagaku dari Apa?
Aku diam sejenak. Menekan dada, berharap bisa membantu meringankan perihnya. Aku tak menunggu jawaban Sinta, pun tak mengharapkannya.
“Dan aku benar-benar berharap, meski ini menyakitkan, tapi aku mohon, setelah ini, jangan kau datangi aku lagi, Sin. Karena kau harus tahu, setiap kedatanganmu hanya membasuh luka yang masih sangat berusaha kusembuhkan. Aku tahu kau mendengarnya, dan semoga kau bisa memenuhi permintaanku, permintaan terakhirku”.
Tangis yang sedari tadi kutahan, tumpah sudah. Perih yang kurasa makin menganga. Tapi nyatanya aku memang harus mengakhiri semua ini.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News