Ronggeng Dukuh Paruk: Tradisi dan Tragedi 65 di Sebuah Desa Kecil

Ronggeng Dukuh Paruk: Tradisi dan Tragedi 65 di Sebuah Desa Kecil - GenPI.co
Buku Ronggeng Dukuh Paruk Foto: Instagram/Galeri Buku_Nusantara

GenPI.co - Dukuh Paruk seperti terlahir kembali. Hingar bingar desa itu kembali terasa setelah kurang lebih dua belas tahun seperti mati suri.

Semangat kembali muncul tatkala penduduk dukuh itu menobatkan Srintil sebagai ronggeng baru.

BACA JUGANovel Gone Girl: Sadis, Romantis, dan Penuh Teka Teki

Soal menelisik dukuh atau pedesaan, Ahmad Tohari memang tak pernah keliru, dia Jagonya. Begitu pula saat dia menceritakannya di buku Ronggeng Dukuh Paruk.

Novel ini merupakan penyatuan dari trilogi pertama yang diterbitkan beberapa puluh tahun lalu. 

Tidak hanya penyatuan, tetapi juga memunculkan kembali naskah-naskah yang hilang karena sensor di era Orde Baru.

Bagi warga Dukuh Paruk, ronggeng bukan hanya sebuah tarian, melainkan sebuah jati diri warga setempat. Ia adalah perlambang yang sarat akan arti yang mendalam.

Oleh karena itu, kehadiran Srintil disambut meriah oleh dukuh tersebut. Kecantikannya telah menggoda seluruh isi dukuh, tak terkecuali para pejabat-pejabat desa hingga kabupaten.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya