GenPI.co 
GenPI.co - Era digital ternyata tidak menjadi penghalang bagi para penulis dan penerbit untuk terus memproduksi buku. Sebaliknya, kemajuan teknologi di era digital justru membantu penjualan dan promosi buku.
Hal itu dikatakan Komisaris Utama Balai Pustaka Hamid Basyaib, Sabtu (23/2). Ia mengatakan itu dalam dalam diskusi bertema “Perspektif Indonesia: Buku Masih Laku?” yang digelar Populi Center dan Smart FM Network, di Cikini, Jakarta.
“Kata siapa di era digital industri buku jadi mati? Justru kita terbantu, dari segi promosi dan produksi. Sekarang untuk mencari ahli desain grafis atau mencari percetakan buku yang murah bisa lewat internet. Prmosi juga lebih mudah dan cepat lewat media sosial,” papar Hamid Basyaib.
Lalu, di era digital ini apa yang menjadi tantangan bagi industri perbukuan di Indonesia? Rupanya jawabannya masih sama, yakni minat baca yang masih rendah.
“Dari zaman dulu sampai sekarang ini masalahnya sama. Orang Indonesia itu minat bacanya rendah, bahkan mahasiswa. Ya itulah karena peradaban kita juga yang masih rendah,” ujar Salim Said, Ketua Institut Peradaban yang juga ikut dalam diskusi.
Pembicara lain, Penulis & penerbit Banana Yusi Avianto menyoroti strategi pemasaran para pegiat perbukuan saat ini yang menurutnya harus tepat sasaran. Khususnya bagi para milenial.
“Kenali dulu apa minat milenial, susun strateginya. Mereka itu senang dengan sesuatu yang menjadi tren, sesuatu yang diburu, kita harus manfaatkan momen itu,” ungkap Yusi.
Yusi memberi contoh pameran buku Big Bad Wolf yang meraup keuntungan besar di Indonesia. Hal tersebut merupakan bukti bahwa minat baca masyarakat Indonesia sebenarnya masih tinggi. Hanya saja para pegiat industri perbukuan harus memiliki stategi pemasaran yang baik, agar buku hasil penulis tanah air bisa diminati masyarakat Indonesia.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
