
Mas Asih memiliki kewenangan sepenuhnya untuk membagikan "ubo rampe" tersebut kepada yang membutuhkan. Namun, Mas Asih menegaskan jika dia tidak pilih-pilih dalam memberikan "ubo rampe" tersebut. Semuanya dibagi secara adil.
Namun, untuk bisa mendapatkan hal itu, mereka harus rela inden atau memesan terlebih dahulu. Sebab, peminatnya sangat banyak. Tidak tanggung-tanggung, jangka waktu untuk bisa mendapatkan "ubo rampe" itu bisa sampai bertahun-tahun. Pasalnya, setiap tahun jumlah dan jenis "ubo rampe"-nya sama.
"Syaratnya memang harus sabar. Siapa pun yang butuh pasti dikasih asal mau menunggu giliran," katanya.
Menurut Asih, setiap orang punya tujuan berbeda. Ada yang untuk cenderamata, ada pula yang untuk "pegangan". Bahkan, ada yang untuk syarat lelaku tertentu.
"Semua dilihat barangnya. Kalau pas ada saya kasih. Kalau habis, ya, tunggu tahun depan. Untuk tahun ini sudah ada yang meminta dan sepertinya masih ada sisa," katanya.
Labuhan Merapi tahun ini merupakan labuhan alit sebab tidak bertepatan dengan Tahun Dal. Dari sekian banyak "ubo rampe", hanya kambil wacangan atau "ubo rampe" berupa pelana kuda yang tidak disertakan di tahun ini.
"Jenis 'ubo rampe' itu hanya disertakan saat labuhan ageng setiap delapan tahun sekali," katanya. Sebelum erupsi Merapi 2010, labuhan digelar di Pos II yang dikenal dengan sebutan Pos Rudal. Namun, akibat erupsi, jalur pendakian menuju pos tersebut rusak sehingga sulit dilalui.
Sejak saat itu, lokasi labuhan dipindah ke Bangsal Sri Manganti yang berjarak sekitar tiga kilometer dari petilasan Mbah Marijan di Kinahrejo. (ANT)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News