Andangigi, Ritual meminta Hujan Masyarakat Bulukumba

Andangigi, Ritual meminta Hujan Masyarakat Bulukumba - GenPI.co
Pemimpin ritual Andangingi yang disebut Kunjoma Ammatoa.

Sabtu (15/9) pagi, suasana sakral menyelimuti kawasan hutan adat Tanah Toa (Tanah Leluhur). Lokasinya ada di Desa Tanatoa, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Meski banyak orang yang hadir, namun keheningan melingkupi tempat itu. Semua peserta  fokus pada ritual Andingingi dengan seorang  tokoh kampung yang disebut Kunjoma Ammatoa sebagai pemimpinnya.

“Adat budaya dan alam masih terpelihara baik di sini. Suku Kajang memiliki 26 pemangku adat. Wilayah ini juga satu-satunya yang tidak dijajah oleh Belanda. Waktu itu, Kajang mengusir penjajah dengan beras ketan. Tidak ada perang. Dan kearifan lokal terjaga turun temurun,” ungkap Panglima Adat Kajang Mohamad Amir, Sabtu (15/9).

Ritual Andingingi berarti pendingin. Ini adalah sebuah satu ritual yang dilaksanakan oleh suku Kajang untuk meminta hujan kepada Yang Maha Kuasa.Penyelenggarannya memberi warna pada gelaran Festival Pinisi 2018 yang digelar di Bukukumba. 

Rangkaian prosesi Andangingi diawalidengan membawa air suci dan rangkaian bunga. Rangkaiannya terdiri dari ikatan bunga pinang dan beberapa jenis dedaunan. Prosesi ini dilakukan dengan  tiga kali mengelilingi area ritual. Berikutnya dilakukan bekbek beseh, yaitu memercikan air suci kepada pengunjung di tiga arah mata angin.

Andangigi, Ritual meminta Hujan Masyarakat Bulukumba

“Prosesi Andingingi menggunakan air suci dari 40 sumber mata air. Air ditempatkan dalam sebuah pamuneang nyereh. Posisinya ada di sentral lokasi ritual. Di sebelahya, disertakan daung raung kajo patang puloh buangun. Itu adalah  40 jenis dedaunan dari hutan adat yang biasa digunakan masyarakat untuk bahan ramuan utama obat-obatan tradisional,” tutur Muhamaad Amir.

Setelah percikan air selesai, ritual dilanjutkan dengan pemberian baca’, yang berupa campuran bubuk beras, kunyit, dan dedaunan obat-obatan. Semua pengunjung pun mendapatkan baca’ di dahi dan pangkal leher bagian depan. Ritual pemberian baca’ ini sebagai tanda keselamatan. Lalu, lentera dari minyak kemiri dan kapas pun dinyalakan seiringi dengan dibacakannya mantra ritual Andingingi. 

Kemudian, ubai rampai ditempatkan dalam kamboti (keranjang) kecil. itu adalah sebentuk sesaji ini berupa kukusi lekleng, kunjona, kaloko toa, dan loka katiung. Ada juga daun sirih, ketupat, telor, dan udang. Pada sisi tepi kamboti lalu ditancapkan bambu pendek dan lentera minyak kemiri. Sesaji ini letakan di beberapa tempat tertentu dalam hutan adat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya