
Mereka masih duduk-duduk santai. Barang-barangnya juga masih dibiarkan teronggok di atas bak mobil. Aku sempat berdiskusi dengan Papi Share. Bagaimana ini, kok bisa begini, kok kayaknya mereka gak niat banget…begitu seterusnya. Saat berjalan, saya melihat bangku kosong. Di situlah aku kemudian duduk. Maunya melepas penat. Juga melepas stress.
Beberapa detik kemudian, setelah aku duduk, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Tidak jelas asalnya, dari mana. Yang pasti sangat keras. Dalam hitungan detik kemudian, bumi berguncang. Bumi bergetar. Selama ini, kata-kata seperti itu saya hanya tahu dari lagu saja. Atau kadang juga puisi kala masih di sekolah. Tapi sumpah, ya Allah kali ini aku benar-benar merasakan bagaimana bumi berguncang. Bagaimana bumi bergetar itu. Mengerikan!
Ada gempa lagi. Teriak ku tanpa sadar. Mungkin karena guncangannya terlalu keras. Atau getarannya terlalu dasyat, rasanya ngebanting. Saya lihat banyak orang berjatuhan. Saat itu pula, Papi Share teriak, Lariiii…..gempaaaa…. lariiii. Aku langsung lari. Tidak tahu, pokoknya lari. Mengikuti warga… larriii dan lariiii. Di tengah kepanikan, ketika gempa agak tenang aku sempat menoleh ke belakang.
Betapa aku terkejutnya, jembatan kuning yang perkasa itu sudah tidak ada lagi…Jembatan Kuning sudah hilang...aku pun lari… dan terus berlari. Tidak ada lagi yang kupikirkan… kecuali aku harus lari. Tidak mikir apakah lari ku kencang. Pokoknya lari. Mengikuti arus warga, karena aku juga tidak tahu harus kemana larinya….Bumi masih terus berguncang, terus bergetar. Suara gemuruh, seperti badai, tiba-tiba tanah merekah …banyak warga yang berjatuhan, terinjak-injak warga lainnya. Aku melihatnya,tapi tak bisa menolong mereka. Karena aku juga harus berlari, dan berlari. Aku terus berlari tatkala ombak seperti mengejar dan ingin menggulung bumi seisinya.( bersambung)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News