
Tentu, saat berdebat dua topik itu kita secara tidak sadar memelankan suara.
“Ssstttt, kok jadi makin pelan ngomongnya,” kata dia disusul tawa kita berdua.
Kita seperti dua orang yang menyukai hal yang sama dan kemudian dipertemukan takdir.
Keakraban pun terjalin dengan mudah. Aku jadi sering mengajak Hani bertemu, bertukar pikiran, atau sekadar nongkrong menghabiskan masa muda.
Kita mengobrol di kafe, angkringan, rumah makan, bahkan di mana saja kita mau. Kesamaan-kesamaan di antara kita telah membuat aku dan Hani menjadi cepat dekat dan akrab.
Pelan-pelan aku merasa ada sesuatu yang aneh di dalam diriku. Setiap kali mengobrol atau duduk berdekatan dengan dia, hatiku selalu berdebar.
Padahal, sebelumnya aku selalu merasa biasa-biasa saja. Dia adalah temanku, dan kita hanya mengobrol apa yang membuat kita senang. Namun, rasanya hari itu aku mulai merasakan tanda-tanda lain.
Di saat yang sama, aku juga mulai memperhatikan Hani. Dia yang awalnya selalu duduk berhadap-hadapan denganku, kini lebih memilih duduk di sebelahku.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News