
Dua bulan setelah itu Putin menyerbu Ukraina. Maka ada yang berspekulasi bahwa Putin sudah membisikkan rencana serangan itu ke Jinping.
Maka Tiongkok sampai sekarang tidak mau mengecam perang itu. Sikap Tiongkok resminya netral, tapi Barat menilainya pura-pura.
Bahkan ada anggapan jangan-jangan Jinping ke Rusia melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Putin di Beijing: berbisik bahwa dua bulan lagi akan menyerang Taiwan.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Sopir Truk: Cinta Cilaka
Rasanya itu tidak mungkin. Merayu Putin untuk mengakhiri perang lebih masuk akal. Tiongkok ingin menunjukkan, sekali lagi, bahwa dialog akan lebih menyelesaikan masalah daripada saling ancam.
Kalau saja misi Jinping seperti itu, dan berhasil, maka Tiongkok benar-benar telah menjadi pemimpin dunia yang baru. Dengan senjata dialognya. Bukan senjata perangnya.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Tunggu Buldozer
Berhenti perang, itulah yang diharapkan dunia. Kalau tidak, maka dua tahun lagi pun perang masih akan terus berlangsung. Rusia tidak mau kalah. Amerika juga tidak mau kalah.
Tapi keduanya juga tidak mau perang habis-habisan. Agar cepat selesai: siapa pun yang menang. Rasanya tidak akan ada perang besar-besaran. Itu akan berkembang tidak terkendali.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Raudhah Madinah: Sandal Tua
Masing-masing punya senjata nuklir. Maka perang ini akan terus berlangsung secara begitu-begitu saja. Kecil-kecilan. Sampai ada juru damai yang bisa menghentikannya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News