
Yakni untuk memastikan apakah remaja Wuhan bernama Zheng Cheng bisa menjadi kiper Persebaya. Waktu itu Wuhan masih kumuh. Padat. Semrawut. Berdebu.
Dulu Wuhan juga sering banjir. Terutama sebelum dibangunnya dam Lembah Tiga Ngarai. Saya pernah naik bus, dari Wuhan ke bendungan itu.
Sembilan jam. Belum ada jalan tol. Belum ada kereta cepat. Jalan pun masih sempit dan banyak lubang.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan: Nagabonar Sudan
Kiper Zheng Cheng lantas setahun bergabung di Persebaya. Lalu berkembang menjadi kiper terkemuka di negaranya. Ia pun menjadi kiper tim nasional Tiongkok. Bintangnya bersinar sangat lama sebagai kiper nasional.
Dari Wuhan saya ke Changsha. Kota kelahiran pemimpin besar revolusi Tiongkok, Mao Zedong. Changsha ibu kota provinsi Hunan. ''Nan'' berarti selatan.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Dokter Ahli Kanker: Lebaran Mik
Changsha juga melahirkan Prof Yuan Longping, si penemu padi hibrida. Ia dianggap sosok yang menyelamatkan ratusan juta rakyat Tiongkok dari kelaparan.
Ia beberapa kali diusulkan sebagai calon pemenang hadiah nobel. Tapi usul itu belum pernah terwujud. "Kalau saja Yuan kulit putih..." begitulah ungkapan kejengkelan di Tiongkok.
BACA JUGA: Catatan Dahlan Iskan soal Bupati Trenggalek: Lebaran Ipin
Di Changsha saya tidak akan bisa bertemu Prof Yuan. Ia sudah meninggal beberapa tahun lalu. Di Changsha saya hanya ingin tahu: apakah patung besar Mao-muda itu kini sudah tua. (Dahlan Iskan)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News