Tinju Tradisional di Nagekeo, Tanduk Kerbau Jadi Sarung Tinju

Tinju Tradisional di Nagekeo, Tanduk Kerbau Jadi Sarung Tinju - GenPI.co
Etu, tinju tradisional ekstrem di Nagekeo, FLores, NTT. (Foto: Facebook/Bung Ophank EuRia)

Tinju tradisional Etu  menjadi bagian dari adat untuk merayakan kehidupan. Jadi, alih-alih mencari musuh, ritual ini adalah  pertarungan untuk mempersatukan masyarakat.

Durasi bagi para pemain tergantung dari kekuatan para petarung menyerang dan mempertahankan diri dari pukulan lawan.  Namun, pertandingan dapat diberhentikan ketika salah satu ada yang sampai berdarah.

Tinju Tradisional di Nagekeo, Tanduk Kerbau Jadi Sarung Tinju
Seorang pria memegang woe, sarung tinju yang digunakan dalam pertarungan Etu. (Foto: Facebook/Bung Ophank EuRia)

Sarung tinju yang keras itu disebut woe yang diikatkan pada satu tangan. Sementara tangan yang lain berfungsi untuk menangkis serangan lawan. Karena ini adalah jenis olahraga ekstrem dan berisiko tinggi, maka wasit pertandingan lebih dari satu. Selain itu, ada pengawasan penuh dari pihak luar guna mencegah permainan semakin membabi buta.

Pertarungan tinju Etu ini biasanya dilaksanakan ketika masa memanen, yakni pada bulan Juni – Juli. Pertandingan ini hanya bisa dilaksanakan di pelataran sa’o waja (rumah adat). Pasalnya,  tempat tersebut merupakan pusat aktivitas acara adat dan kebudayaan.

Tinju adat Etu  terbagi atas beberapa tahapan. Pertama yaitu tinju anak-anak, pertarungan ini dirayakan pada malam dan sore hari.  Dalam pertarungan ini hanya diperbolehkan masyarakat setempat dan kampung tetangga yang berdekatan. Sesudah pertandingan selesai, biasanya diadakan tarian tradisional dengan menggunakan alat musik seperti gong dan gendang.

Tahap kedua, tinju diperuntukkan bagi dewasa yang biasanya diadakan keesokan harinya setelah pertarungan Etu anak-anak.  Tinju adat dewasa dilaksanakan pada hari sabtu sore hingga hari mulai gelap. Jika ada kekacauan yang terjadi diluar dugaan, alat musik akan dibunyikan dan seorang tua yang menunggang kuda berlari mengelilingi arena, hal ini menandakan bahwa pertarungan telah usai.

Tahap terakhir adalah hiburan. Pada momen ini ditampilkan tarian tradisional yang disebut wa’i sekutu. Masyarakat yang merayakan membentuk lingkaran  mengelilingi api sambil manri. Minuman tradisional moke kemudian disuguhkan Tarian akan dilaksanakan sepanjang malam hingga matahari terbit. Momentum ini paling tepat  bagi pemuda pemudi setempat untuk mencari  pasangan.

Heboh..! Coba simak video ini:

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya