Pusat Literasi dan Bisnis aksara yang Lestari di Palembang

Pusat Literasi dan Bisnis aksara yang Lestari di Palembang - GenPI.co
Sebuah naskah kuno di perpustakaan Masjid Agung Palembang

Awalnya aktivitas menyalin kitab di pusat literasi  itu dilakukan dengan manual. Lalu seiring kedatangan mesin cetak jenis lithograph pertama di Palembang, para guru ini beralih ke mesin untuk menyalin dan memperbanyak kitab-kitabnya.

Cetak Litografi lalu menancapkan akarnya. Teknik cetak menggunakan batu kapur mudah dibuat dan cocok untuk mencetak kaligrafi Arab. Juru cetak cukup menulis di atas kertas yang lalu menjadi pola yang menempel pada batu yang akan dijadikan alat untuk mencetak.

Pada masa selanjutnya percetakan berkembang pesat di Palembang Usaha percetakan tumbuh subur yang dijalankan baik oleh orang Melayu maupun para peranakan Arab. Pada tahun 1920-an, warga Belanda ikut mendirikan percetakan dan penerbitan di Palembang. Percetakan itu  bernama KA Ebeling dan berkantor di jalan tengkuruk, jalan yang kini bernama jalan Sudirman.

Aktivitas mencetak pun terus lestari di Guguk pengulon 19 Ilir. Sebagaimana tempat itu sejak awal adalah pusat literasi. Mulai dari usaha sederahana pembuatan plat motor, hingga cara-cara canggih menggandakan dokumen dengan mesin fotokopi. 

“Bisnis aksara yang tumbuh subur di tempat ini adalah bukti bahwa lingkungan sekitar Agung Palembang dulunya merupakan sebuah skriptorium,” imbuh Ahmad Subhan. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya