GenPI.co - Psikolog Mahdia Fadhila mengatakan, perempuan lebih rentan terdiagnosis post-traumatic stress disorder (PTSD) dibandingkan laki-laki.
“Namun, yang jelas, semua orang dari seluruh lapisan masyarakat bisa mengalami PTSD,” ujarnya dalam Webinar World Mental Health Day 2021 Komunitas Patahkan Sekat, Minggu (17/10).
Dosen psikologi klinis UIN Antasari Banjarmasin itu pun memaparkan bagaimana seorang psikolog dan psikiater mendiagnosis seseorang yang mengalami PTSD.
“Setidaknya, ada lima variabel yang akan dilihat oleh seorang profesional dalam mendiagnosis PTSD,” paparnya.
Pertama, stressor berasal dari kejadian traumatis yang tak bisa dilupakan, baik mengalami sendiri atau menyaksikan langsung.
“Kedua, gejala intrusi itu adalah pengulangan dari kejadian traumatis yang dialami, bisa dari ingatan, mimpi, kilas balik, reaksi disosiatif ingatan, hingga reaksi fisik,” tuturnya.
Ketiga, seseorang dengan PTSD biasanya mencoba menghindar dari hal-hal yang akan membuatnya traumatis.
“Keempat, perubahan negatif dalam suasana hati dan kognisi bentuknya bermacam-macam, seperti sedih berlarut-larut, menyalahkan diri sendiri, hingga merasa terasingkan,” ungkapnya.
Kelima, perubahan gairah dan reaktivitas usai trauma, seperti mudah tersinggung, sembrono, serangan panik, susah berkonsentrasi, hingga gangguan tidur.
Untuk mencapai pada diagnosis PTSD, setidaknya durasi terjadinya faktor kedua sampai kelima bisa sekitar satu bulan dan menyebabkan gangguan dalam kehidupan normal orang tersebut.
“Perlu diingat juga, gangguan tersebut bukan karena pengobatan, penggunaan zat tertentu, atau penyakit lainnya,” katanya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News