GenPI.co - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan tarif tes PCR harusnya dimonopoli oleh negara, bukan swasta.
Sebab, tes PCR merupakan cabang produksi yang penting bagi negara.
Artinya, keberlangsungannya memengaruhi hajat hidup orang banyak, apalagi dengan adanya 3 T yakni testing, tracing, treatment.
“Akan tetapi, tes PCR ini dikuasai swasta, tarifnya di awal tidak diatur, terjadi satu harga, itu artinya tarif kartel,” kata Anthony dalam webinar Bisnis Di Balik Pandemi, Jumat (29/10).
Dia menyoroti tarif awal saat pandemi merebak, yang mana angkanya bisa menyentuh Rp 900 ribu sampai Rp 1 juta.
Harga itu terjadi saat belum diatur presiden dan diduga melanggar UUD Pasal 22 Ayat 2 dan UU Monopoli.
“Pasal 33 UUD Ayat 2 menyebut cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara,” katanya.
Jadi, mekanismenya mestinya tak jauh berbeda dengan cabang produksi lain yang memengaruhi hajat hidup orang banyak.
Misalnya, tarif listrik dan BBM yang diatur Kementerian ESDM serta tarif transportasi publik yang diatur Kemenhub.
Alhasil, tarifnya tidak membebani masyarakat maupun negara.(*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News